A. Pengertian Profesi
Di bawah ini akan dikemukakan berbagai pendapat mengenai konsep / istilah profesi. Pendapat para ahli tersebut adalah sebagai berikut:
Profesi mempunyai arti sesuatu pernyataan atau suatu janji terbuka bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. (Sikun Pribadi, 1999: 15).
· Profesi menunjukan kepada sesuatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, kesetiaan, tanggung jawab terhadap profesi (Supriadi 1998 : 95).
· Profesi itu menunjukan dan mengungkapkan sesuatu kepercayaan (to frofess means to rust), bahkan sesuatu keyakinan (to believe in) atas sesuatu kebenaran atau kredibilitas seseorang” Hornby (Syamsudin, 1996 : 47).
Adapun pengertian profesi lainnya yaitu, melayani masyarakat karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti – ganti pekerjaan). Dan profesi adalah menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan untuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bvertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpul unjuk kerja yang
Sanusi et al, (1991), mengutarakan ciri – ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut :
v Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial).
v Jabatan yang menuntut keterampilan / keahlian tertentu.
v Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan jangka waktu yang cukup lama.
v Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
v Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
B. Perkembangan Profesi Keguruan
Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan di Indonesia , jelas bahwa pada mulanya guru-guru indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangkau jabatan guru. Dalam bukunya Sejarah Pendidkan Indonesia, Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidkan di Indonesia terutama dalam zaman kolonial Belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Guru – guru yang pada mulanya diangkat dari orang – orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru – guru yang lulus dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak Pemerintahan Hindia Belanda Mengangkat lima macam guru, yakni
Ø Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh .
Ø Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulusan ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
Ø Guru bantu, yakni yang lulusan ujian guru bantu.
Ø Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru, dan
Ø Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
Keadaan demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal perang kemerdekaan, walaupun dengan nama dan bentuk lembaga pendidikan guru yang disesuaikan dengan keadaan waktu itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya mempunyai lembaga pendidikan guru yang tunggal, yakni Lembaga Tenaga Pendidikan (LPTK).
Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia , guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam masyarakat, ,mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap sebagi orang yang serba tahu. Peran guru saat ini tidak hanya mendidik anak di depan kelas, tetapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah kemajuan zaman. Dalam era teknologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru, dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru dianggap kalh gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
C. Organisasi Profesional Keguruan
1. Fungsi Organisasi Profesional Keguruan
Bagi guru-guru di negara kita, wadah ini telah ada yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S, 1989). Salah satu tujuan PGRI adalah ,mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986). Dalam kaitannya dengan perkembangan profesional guru PGRI sampi saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan melakukan program-program pentaran guru serta program peningkatan mutu lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program atau kegiatan yang berkaitan dengan perbaikan cara mengajar, peninmgkatan pengetahuan dan keterampilan guru, peningkatan kualifikasi guru atyau melakukan penelitia ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang dianggap oleh para guru dewas ini.
2. Jenis – jenis Organisasi Keguruan
Disamping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemetrintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru mata Pelajaran (MGMP)sejenis yang dididirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk menigkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing. Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional resmi dibidang pendidikan yanmg harus kita ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini telah mempunyai divis-divisi antara lain : Ikatan Petugas Bimbinmga Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN) dan lain-lain.
Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambung, merupakan karier hidup dan keanggota yang permanen, ,menetukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, dan mempun yai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.
Jabatan belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukaqn arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan pemerintah.
D. Prinsip profesionalitas guru menurut Undang-undang RI no.14 th.2005
Pasal 7
1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
- Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
- Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
- Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
- Memiliki kopetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
- Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
- Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
- Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
- Memiliki jaminan perlindungah hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;dan
- Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan tidak diskriminatif, dan berkelanjutan denga menjunjung tinggi hak asasi manusia,nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dank ode etik profesi.
a. Adil
Seorang guru harus adil, misalnya dalam memperlakukan anak-anak didiknya harus dengan cara yang sama. Ia tidak membedakan anak yang cantik, anak saudaranya sendiri, anak orang berpangkat, atau anak yang menjadi kesayangannya. Perlakuan yang adil itu perlu bagi guru, misalnya dalam hal emberi nilai dan menghukum anak.
b. Percaya dan suka kepada anak muridnya
Seorang guru harus percaya kepada anak muridnya. Ini berarti bahwa harus mengakui dan menginsafi bahwa anak-anak adalah makhluk yang mempunyai kemauan, mempunyai kata hati sebagai daya jiwa untuk menyesali perbutannya yang buruk dan menimbulkan kemauan untuk mencegah perbuatan yang buruk.
Seorang guru yang menaruh prasangka tidak baik kepada seorang anak dan kemudian selalu “mengintai-ngintai” perbutan tingkah lakuanak itu, menandakan bahwa guru iru kurang atau tidak percaya kepada anak itu. Tidak mau tahu bahwa anak itu mempunyai kemauan dan kata hati seperti kita.
c. Sabar dan rela berkorban
Hampir pada tiap-tiap pekerjaan, kesabaran merupakan syarat yang sangat diperlukan, apalagi pekerjaan guru sebagai pendidik. Sifat sabar perlu dipunyai oleh guru, baik dalam melakukan tugas pendidik maupun dalam menanti hasil jerih payahnya.
d. Memiliki perbawa (gezag) terhadap anak-anak
Tanpa adanya gezag pada pendidik, tidak mungkin pendidikan itu dapat masuk ke dalam hati sanubari anak-anak. Tanpa kewibawaan, murid-murid hanya akan menuruti kehendak dan perintah gurunya karena takut atau karena paksaan; jadi bukan karena keinsafan atau kesadaran di dalam dirinya.
e. Pengembira
Seorang guru hendaklah memiliki sifat suka tertawa dan suka memberi kesempatan tertawa kepada murid-muridnya. Sifat ini banyak gunanya bagi seorang guru, antara lain ia akan tetap memikat perhatian anak-anak pada waktu mengajar, anak-anak tidak lekas bosan dan menjadi lelah.
Sifat humor pada tempatnya merupakan pertologan untuk memberi gambaran yang betul dari beberapa pelajaran. Tentu saja di sini dikatakan “beberapa” mata pelajaran, karena ada pula beberapa pelajara lain terutama mata peljaran eksakta yang agak sukar diberikan dengan lelucon.
f. bersikap baik terhadap guru-guru lainnya
tingkah laku dan budi pekerti anak-anak sangat dipengaruhi oleh suasana di kalngan guru-guru. Jika guru-guru saling bertentangan, tidak mungkin dapat diambil sikap dan tindakan yang sama. Anak-anak tidak tahu apa yang dibolehklan dan apa yang dilarang.
Suasana baik diantara guru-guru nyata dari pergaulan ramah-ramah mereka di dalam dan di luar sekolah. Mereka saling menolong dan kunjung mengunjungi dalam keadaan suka dan duka. Mereka satu keluarga besat, keluarga sekolah.
g. Bersikap baik terhadap masyarakat
Kewajiban guru tidak hanya terbatas pada sekolah saja, tetapi juga di dalam masyarakat. Seorang guru yang mersa cukup dengan pekerjaan di lingkungan sekolah saja, tentu atau kurang luas pandangannya. Mungkin ia akan dihinggapi suatu “penyakit” merasa dirinya terpandai, yang selalu betul, yang sangat dihormati, dan sebagainya. Penyakit demikian akan menyukarkannya untuk bergaul dalam masyarakat, karena dalam pergaulan orang harus menghormati pendapat orang lain, biarpun pendapat yang berlawanan dengan pendapatnya sekalipun.
h. Benar-benar mengusai mata pelajaran
Guru harus selalu menambah pengetahuannya. Mengajar tidak dapat dipisahkan dari belajar. Guru yang pekerjaannya memberikan pengetahuan-pengetahuan dan kecakapan-kecakapan kepada murid-muridnya, tidak mungkin akan berhasil baik jika guru itu sendiri tidak berusaha menambah pengetahuannya. Jadi, sambil mengajar, sebenarnya guru itu oun belajar.
i. Suka kepada mata pelajaran yang diberikannya
Mengajarekan mata pelajaran yang disukainya hasilnya lebih baik dan mendatangkan kegembiraan baginya daripada sebaliknya. Di sekolah menengah hal ini penting bagi guru untuk meilih mata pelajaran apa yang disukainya yang akan diajarkan. Mungkin bagi guru, mula-mula apa saja yng disanggupnya.
j. Berpengetahuan luas
Guru haruslah seorang yang mempunyai perhatian intelektual yang luas dan tidak kunjung padam. Pe3kerjaan guru berlainan dengan pegawai kantor lainnya. Para guruhendaknya dapat melihat lebih banyak lagi, dan mengerti lebih banyak lagi, memikir lebih banyak lagi dari pada orang-orang lain di dalam masyarakat yempat ia hidup. Pendeknya, ia harus mengetahuio lebih banyak tentang dunia ini.
F. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.
Belajar mengajar selaku suatu sistem instruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, belajar mengajar meliputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar sesama komponen terjadi kerja sama. Karena itu guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja misalnya metode, bahan dan evaluasi saja, tapi ia harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan. Secara khusus dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan masyarakat, administrator, dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami dengan segenap aspek pribadi anak didik, seperti :
1. Kecerdasan dan bakat khusus; 2. Prestasi sejak permulaan sekolah; 3. Perkembangan jasmani dan kesehatannya; 4. Kecenderungan emosi dan karakternya; 5. Sikap dan minat belajar; 6. Cita-cita; | 7. Kebiasaan belajar dan bekerja; 8. Hobi dan penggunaan waktu senggang; 9. Hubungan sosial di sekolah dan di rumah; 10. Latar belakang keluarga; 11. Lingkungan tempat tinggal; 12. Sifat-sifat khusus dan kesulitan anak didik |
Usaha untuk memahami anak didik ini bisa dilakukan melalui evaluasi. Selain itu guru mempunyai keharusan melaporkan perkembangan hasil belajar para siswa kepada kepala sekolah, orang tua, dan instansi yang terkait.
G. Hakikat Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha sacara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan.
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keteampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belaja, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi hakikat belajar adalah perubahan.
Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya sejumlah anak didik. Berbeda dengan belajar. Belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu disadari oleh guru agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di dalam konsep pengajaran. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwi tunggal dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan anak didik.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan/ bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.
Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerna bahan, adaanak didik yang sedang mencerna bahan dan ada pula anak didik yang lamban mencerna bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru mengatur strategi pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik.
Akhirnya, bila hakikat belajar adalah “perubahaní”, maka hakikat belajar mengajar adalah proses “ pengaturan” yang dilakukan oleh guru.
H. Ciri-ciri Belajar Mengajar
Sebagai suatu proses pengaturan kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi sebagai berikut :
1. Memiliki tujuan;
2. Ada suatu prosedur;
3. Ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus;
4. Ditandai dengan aktivitas anak didik;
5. Guru berperan sebagai pembimbing;
6. Membutuhkan disiplin;
7. Ada batas waktu;
8. Evaluasi.
I. Profesionalime guru dalam strategi belajar mengajar
1. Pemilihan dan penentuan metode
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses belajar mengajar tentu ada materi-materi pelajaran yang harus disampaikan baik bersifat umum maupun khusus. Untuk menyampaikan materi tersebut agar dapat ditangkap dan dipahami oleh peserta didik perlu menggunakan metode yang berbeda-beda selain agar materi tersebut lebih mudah dipahami dan diserap peserta didik juga untuk mengindarkan rasa jenuh bagi peserta didik.
Profesionalisme guru sangat diperlukan dalam hal ini, agar tujuan pembelajaran dan tujuan kurikulum dapat tercapai. Untuk itu guru harus dapat memahami kedudukan metode dalam belajar. Menurut syaiful bahri djamarah (2006:72) ada tiga kedudukan metode yaitu:
Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik
Dalam proses belajar mengajar guru harus menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannya penggunaan satu metode saja lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar yang membosankan dan pembelajaran nampak kaku. Maka perlu adanya penggunaan metode yang tepat dan bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi.
Metode sebagai strategi pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua peserta didik mempu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang dan ada yang lambat semua merupakan pengaruh dari kecerdasan intelegensi yang berbeda-beda. Terhadap perbedaan daya serap tersebut maka perlu adanya strategi pengajaran yang tepat dan metode lah salah satunya.
Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan
Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat guru akan mampu mencapai tujaun pembelajaran. Metode juga dapat dikatakan sebagai pelican jalan pengajaran agar tujaun pembelajaran tercapai. Ketika tujuan dirumuskan untuk mencapai atau peserta didik memiliki keterampilan tertentu maka metode yang digunakan harus diarahkan dan disesuaikan dengan tujuan.
2. Penggunaan media dan sumber belajar
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting karena dengan media, ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada peserta didik dapat disederhanakan dengan bantuan media sehingga terdapat gambaran yang jelas tentang materi tersebut walaupun tidak secara langsung diaplikasikan. Tapi yang jadi patokan adalah tujuan pembelajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media.
3. Pengelolaan kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya apabila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar Djamarah (2006:173). Dengan kata lain pengelolaan kelas merupakan kegiatan untuk menciptakan dan memepartahankan kondisi yang optimal untuk proses belajar mengajar.
Tujuan pengelolaan kelas
Pengelolaan kelas selalu dilakukan guru setiap kali mengajar dan ini bukan tanpa tujuan. Secara umum pengelolaan kelas dilakukan untuk mengkondisikan siswa agar dapat menerima pelajaran yang diberikan oleh guru dan juga memberikan respon atas apa yang diterimanya sebagai indikator keberhasilan sebuah pembelajaran. Ini sesuai dengan pendapat Arikunto (1988:68) bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.
4. Beberapa pendekatan dalam pengelolaan kelas
Profesionalisme guru dalam pengelolaan kelas sangat diperlukan mengingat begitu pentingnya suasana yang nyaman untuk menunjang proses belajar mengajar yang kondusif. Berikut ini ada beberapa pendekatan dalam pengelolaan kelas.
Pendekatan kekuasaan
Peranan guru di sini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Guru mengontrol penuh kegiatan belajar dan guru menerapkan kekuasaan dalam kelas yang harus ditaati oleh peserta didik.
Pendekatan ancaman
Guru mengontrol tingkah laku siswa dengan cara memberikan intimidasi misalnya melarang dan menakutnakuti dengan hukuman yang dijanjikan bagi siswa yang melanggar.
Pendekatan kebebasan
Guru mengupayakan kebebasan siswauntuk berekspresi dan mengerjakan sesuatu tanpa ada intimidasi.
Pendekatan pengajaran
Guru memusatkan perhatian siswa pada pengajaran dengan metode dan media yang menarik.
Pendekatan perubahan tingkah laku
Guru memberikan arahan dan pemahaman pada siswa agar mau mengubah tingkah laku dan mengikuti jalannya pembelajaran.
Pendekatan proses kelompok
Pendekatan kelompok adalah usaha guru untuk mengelompokan prserta didikkedalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan sehingga terciptanya kelas yang bergairah dalam belajar. Pendekatan ini diartikan sebagai suatu proses unruk menciptakan kelas sebagai suatu system sosial.
Daftar Pustaka
Purwanto, Ngalim. 1998. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Soetjipto dan Raflis Kosasi. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
2006. UUD RI No. 14 Tahun 2005. Jakarta: Eka Jaya
Djamarah, Syaiful Bahri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar