Motivasi dan Teknik Menulis Novel
Rahmat Heldy HS*
(disampaikan pada seminar pendidikan dengan tema: meningkatkan apresiasi sastra pada guru se-Kota Serang yang diadakan oleh PGRI Kota Serang pada tanggal, 22 Januari 2011)
Kita sering mendengar berbagai macam alasan, keluh dan kesah orang yang akan mengikuti dunia tulis menulis. Dimulai dari kata tidak berbakat, tidak ada ide, bahkan tidak ada turunan keluarga yang jadi penulis. Kalau selama ini kita menganggap menulis itu adalah bakat atau turunan. Berarti orang yang tidak memiliki bakat atau bukan turunan penulis, ia tak berkesempatan untuk jadi penulis. Faktanya di lapangan, tidak semua anak kiyai menjadi kiyai, anak camat menjadi camat, atau anak guru menjadi guru. Dan saya kira pekerjaan yang tidak merepotkan adalah pekerjaan menulis. Tidak mesti harus membuat surat lamaran, tidak perlu surat kelakuan baik, dan surat keterangan kerja, apalagi, menyogok dan sebagainya. Menulis adalah murni panggilan bathin, karena melihat sebuah realitas yang mesti disuarakan.
Sebelum saya membahas tentang motivasi dan teknik menulis novel, dengan fakta yang saya lakukan pada novel Guruku Sayang Dibuang Jangan (Gong Publishing, 2010). Ada baiknya kita membaca apa yang disampaikan oleh Ernest Hemingway: Saya yakin jika Anda bisa menulis sebuah kalimat yang sederhana, mengamati dunia di sekitar Anda, dan ingin menulis novel yang bisa dijual—sungguh-sungguh menginginkannya, bukan hanya sekedar menginginkan saja—maka Anda pasti bisa melakukannya. Saya tidak percaya orang bisa menjadi penulis dengan mengikuti workshop, membaca buku, atau bahkan membaca artikel ini. Tulisan muncul dari sesuatu yang ada dalam diri seorang penulis.
Ketika saya menulis novel Guruku Sayang Dibuang Jangan, hampir saya tidak mengetahui tehnik dan cara menulis yang saat ini merebak di buku-buku tips menulis ataupun yang ada diinternet. Saya menulis novel yang ada ditangan Anda beradasarkan kepahitan saya menjadi siswa, mahasiswa, kemudian menjadi guru di SMP-SMA Al Irsyad Banten, kemudian dosen di beberapa kampus di Banten. Bahkan saya ditawari mengajar di sekolah SMA Internasional di Bintaro Tangerang oleh pengawas SMA Tangerang Selatan, sekolahnya milik Gita Gutawa. Saya masih nimbang-nimbang sampai sekarang. Pengawas SMA itu mengatakan, ”Butuh guru Bahasa Indonesia yang tidak hanya mengajar, tetapi, pandai menulis sastra,” katanya.
Saya amat sangat yakin, pengawas itu membaca novel Guruku Sayang Dibuang Jangan yang saat ini ada di genggaman Anda.
Lebih lanjut, saya akan mencoba memberikan motivasi sekaligus tehnik menulis novel yang saya lakukan pada novel Guruku Sayang Dibuang Jangan. Adapun motivasi saya menulis novel tak lain, karena banyak persoalan dibidang pendidikan yang harus ditulis, dan diangkat. Ide-ide tentang pendidikan banyak diambil oleh orang yang bukan bergerak dibidang pendidikan. Selain itu saya ingin menunjukan bahwa guru di Banten juga berkualitas. Untuk mencapai guru yang berkualitas dan profesional maka harus berkarya.
Adapun tehnik menulis novel yang saya lakukan, tentu akan berbeda dengan penulis yang lain. Tetapi jika cocok silahkan diikuti;
1. Tulislah sesuatu yang menyedihkan, unik, dan kecewa yang pernah Anda rasakan
dan lihat. Persoalan itu bisa muncul dari pribadi, kejadian orang lain atau melihat
langsung. Bahkan kalau tidak ada sesuatu yang menggelitik, buatlah sebuah persoalan
baru yang kita buat.
2. Selalu bawa buku kecil kemana-mana untuk menuliskan ide. Sekalipun akan tidur, ke
kamar mandi, bahkan, lagi jalan dan juga masak sekalipun. Karena sering ide bernilai milyaran datang dengan sangat tiba-tiba. Apalagi pada malam hari.
3. Berilah sedikit waktu minimal satu jam perhari untuk dapat menulis secara continue. Bila perlu buatlah jadwal. Jangan sekali-kali dilanggar. Saat ini saya memfokuskan satu hari satu karya, bisa berupa puisi, cerpen, artikel, atau resensi. Dan jika kita tidak melaksanakannya, esok harinya kita menghukum diri kita, yaitu membuat dua karya sekaligus, begitu seterusnya. Jika dalam bentuk novel satu hari satu lembar.
4. Kalau kita merasa kehilangan ide, kepala tidak mau berpikir lebih keras lagi, alias mandeg, sederhana saja, tinggalkan dulu, bisa jalan-jalan atau rileks membaca novel yang lain. Kalau saya mengalami kebuntuan semacam ini, biasanya saya tinggal mandi terlebih dahulu. Setelah mandi biasanya ada ide baru yang dapat ditulis.
5. Hal yang sering terjadi pada penulis-penulis pemula, biasanya malas untuk memulai.
Penyakit malas ini tidak ada obatnya. Kalau penyakit malas ini menyerang saya, saya biasanya mengingat kepahitan dan kegetiran hidup orang tua, sendiri, atau bisa jadi orang lain. Dan api semangat menulis bisa diletupkan kembali dengan cara mengikuti kegiatan bedah buku. Atau jalan-jalan ke perpustakaan dengan tujuan melihat karya orang lain yang lebih hebat dari kita. Dan pastikan bahwa kita itu mampu dan bisa seperti mereka.
6. Jangan lupa, sebuah novel yang bagus tentu diimbangi dengan bacaan penulisnya yang luas dan banyak. Ada sebuah pepatah lama mengatakan, ”Tulisan tanpa diimbangi dengan kekuatan bacaan, ibarat tombak yang tumpul ia takkan mampu merobek kain kendati tipis sekalipun.” Intinya banyak membaca.
Tehnik menulis novel yang kedua, yang paling mudah digunakan untuk menulis karya sastra adalah tehnik Copy The Master (mencontek karya asli). Tehnik ini nampaknya yang paling mudah dilakukan oleh para pemula. Kalau dalam penulisan puisi dan cerpen tehnik ini sangat gampang. Kita ambil contoh dalam penulisan puisi, larik pertama kita biarkan ada dalam papan tulis atau buku, kemudian larik kedua dihilangkan. Begitu seterusnya. Kemudian larik-larik yang kosong tersebut kita isi dengan kata-kata yang kita buat sendiri. Setelah semuanya terisi larik pertama yang belum kita hapus, kemudian di hapus, dan kita isi lagi dengan kata-kata kita. Begitu juga dengan menulis cerpen. Bisakah tehnik Copy The Master dilakukan dalam penulisan novel? Saya amat sangat yakin bisa. Tinggal kitanya serius atau tidak. Sebab, novel menceritakan banyak tokoh dengan jalinan cerita yang saling sambung-menyambung, dengan jumlah halaman puluhan sampai ratusan. Sebelum kita menulis novel dengan tehnik Copy The Master ada baiknya kita banyak membaca terlebih dahulu. Agar di dalam pembuatannya kita tidak kehilangan arah apalagi kekurangan kosa kata. Pada akhirnya, tidak ada sesuatu yang abadi didunia ini, kecuali yang tertulis. ***
Penulis mahasiswa S2 Untirta Banten jurusan bahasa Indonesia. Bukunya yang sudah terbit; Kampung Ular (Lumbung Banten 2009), Candu Rindu (Kubah Budaya, 2009), Gadis Kota Jerash (Lingkar Pena Publishing House, 2009). Banten Bangkit (Gong Publishing, 2010), Pestival Bulan Majapahit (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010), dan novel Guruku Sayang Dibuang Jangan (Gong Publishing, 2010). Dan 100 Puisi Untuk Ibu (Satrio Welang Publisher, 2011). Saat ini bekerja di SMP-SMA Al Irsyad Banten. Dosen Universitas Terbuka dan PJ. Sastra Rumah Dunia. Alamat; Kp. Rencong Desa Sukabares Kec. Waringinkurung, Serang-Banten 42161 Hp. 081 808 689 794. Email: sastra_waringin@yahoo.co.id