Catatan Materi Bahasa Indonesia

Catatan Materi Bahasa Indonesia

Jumat, 15 Oktober 2010

Kajian Semiotik Pada Pusi Iman Abda

Kajian Semiotik Pada Pusi Iman Abda Dalam Antologi “Jalan Merah Saga”

Diajukan untuk memenuhi tugas Akhir mata kuliah kajian puisi




Deskripi Teori

Karya Sastra Sebagai Suatu Teks
Objek ilmu sastra adalah sekelompok teks tertentu. Dapat dikatakan bahwa seharusnya ilmu sastra adalah cabang dari ilmu teks pada umumnya. Akan tetapi, ilmu ini baru dikembangkan sedangkan ilmu sastra mengandalkan tradisi yang lama sehingga lebih maju dalam penelitiannya. Namun dalam praktiknya kini malah sebaliknya dalam ilmu sastra timbul permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan ilmu teks. Jadi penelitian sastra tidak dapat lepas dari ilmu teks dan menjadi satu kesatuan.
Dalam ilmu sastra kita membatasi pada teks tertulis padahal secara teoritis ungkapan bahasa lisan pun termasuk dalam satu kesatuan teks. Apa yang dimaksud dengan kesatuan? Pradotokusumo (2005:34) membatasi kesatuan menurut tiga aspek sebegai berikut:
• Kesatuan Pragmatik
• Kesatuan Sintaktik
• Kesatuan Semantik
Pragmatik Ialah bagaimana bahasa dipergunakan dalam suatu konteks sosiala tertentu. Teks merupakan satukesatuan bilamana ungkapan bahasa oleh para peserta komunikasi dialami sebagai suatu kesatuan yang bulat. Adapun yang dimaksud pragmatik yaitu pengetahuan mengenai perbuatan yang kita lakukan bilamana bahasa yang digunakan dalam suatu konteks, Partini sardjono. P (2005:34). Berbeda dengan pendapat di atas menurut Jacob L. Mey dalam Rahardi (2003:15) pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari pemaiakian atau penggunaan bahasa, yang pada dasarnya selalu harus ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatar belakanginya.
Secara sintaktik sebuah teks harus memperlihatkan keberuntunan dan harus relevan. Hal ini antara lian rampak bila unsur-unsur penunjuk secara konsisten dipergunakan. Definisi sintaksis itu sendiri menurut kridalaksana (2008:223) 1) pengaturan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata; 2) subsistem bahasa yang mencakup hal tersebut (sering dianggap bagian dari gramatika; bgian lain ialah morfologi) 3) cabang linguistic yang mempelajari hal tersebut.
Kesatuan semantik. yang dituntut sebuah teks adalah tema global yang melingkupi semua unsur. Tema menunjukan gagasan dasar dan tujuan utama penulisan sebuah teks. Tapi bukan hanya sekedar itu ilmu semantik juga membahas makna dari teks tersebut. Menurut Kridalaksana (2008:216) 1) semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubnungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara; 2) sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa dan bahasa pada umumnya.


Semiotika Modern
Semiotika modern mempunyai dua orang bapak yaitu Charles Shander Peirce (1839-1914) dan Ferdinan de Saussure (1857-1913). Peirce mengusulkan kata semiotika yang sebenarnya telah digunakan oleh ahli filsafat jerman Lambert pada abad (XVII) sebagai sinonim kata logika. Dengan mengembangkan teori semiotika, Peirce memusatkan perhatian pada berfungsinya tanda pada umumnya. Ia memberi tempat penting pada tanda-tanda lingusitik, meskipun bukan hal yang utama. Sebaliknya Sausure mengembangkan dasar-dasar teori lingusitik umum. Kekhasan teorinya terletak pada kenyataan bahwa ia menganggap bahasa sebagai sistem tanda, dalam hal ini ia mengusulkan kata semiologi. Sausure menguraikan secara panjang lebar bahwa bahasa adalah system tanda; dan tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tak terpisahkan satu sama lain: significant (penanda) signife (petanda) A. Teew (2003:37). Sebenarnya tidak ada perbedaan penting antara kata semiotika dan semiologi hanya saja keduanya mengacu pada orientasi yang berbeda.
Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengn tanda-tanda lain, pengirimnya, dan penerimanya oleh meraka yang mempergunakannya. Apabila studi tentang tanda ini berpusat pada penggolongannya, pada hubungannya dengan tanda-tanda lain, pada caranya bekerja sama dalam menjalankan fungsinya itu adalah kerja dalam sintaks semiotik. Apa bila studi itu menonjolkan hubungan tanda-tanda dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya, itu adalah kerja semantik semiotik. Apabila studi itu memntingkan antara tanda dengan pengirim atau penerimanya itu adalah kerja pragmatik semiotik, Sudjiman (1996:5-6).
Dalam pengkajian puisi ini penulis berorientasi pada semiotika Peirce karena penulis lebih memahami konsep semiotika dibanding semiologi. Penggunaan metoda semiotik sebagai pendekatan pembacaan dalam penelitian karya sastra didasarkan pada pengertian tentang tanda, cara kerjanya, dan penggunaannya. Menurut Peirce tanda adalah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda-tanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain dan memberikan makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Manusia memiliki kemungkinan yang sangat luas dalam penerapan tanda-tanda, diantaranya tanda-tanda dengan kategori linguistik. Untuk peirce, makna tanda yang sebenarnya adalah mengemukakan sesuatu. Dengan kata lain ia menyebutnya representament atau digunakan designatum/denotatum dalam bahasa prancis digunakan kata referent. jadi suatu tanda mengacu pada suatu acuan atau tanda tersebut mewakili makna yang diacunya.
Charles Sander Peirce mengelompokan tipologi tanda, hubungan antara tanda dengan acuannya dibedakan menjadi tiga, yaitu ikon, indeks dan simbol Indeks adalah tanda yang hubungan antara penada (bentuk, ekspresi) dan petanda (makna, konsep) di dalamnya bersifat kausal, misalnya hubungan antara asap menandakan adanya api. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat keserupaan. Misalnya, foto Soekarno yang merupakan tiruan dua dimensi dari Soekarno. Sementara, Simbol adalah tanda yang berhubungan antara pananda dan petandanya seakan-akan bersifat arbitrer.
Menurut Sudjiman (1996:10) mengatakan bahwa ikon yang murni itu tidak pernah ada. Ikonitas selalu tercakup dalam indeksitas dan atau dalam simbolitas. Apabila orang mengatakan bahwa tanda itu adalah ikon, perlu dipahami bahwa tanda itu mengandung penonjolan ikon; suatu tanda yang apabila dibandingkan dengan tanda-tanda yang lain yang muncul dalam konteks menunjukan banyaknya ciri ikon. Begitupun dengan yang lain. Dalam hal ini penulis mencoba membedah Sajak karya Iman Abdadalam antologi puisinya ”Jalan Merah Saga” cetakan tahun 2008. Berikut ini adalah beberapa puisi yang akan penulis kaji menggunakan kajian semiotik.
Sistem kerja penelitian semiotik dapat menggunakan dua model pembahasan yaitu heuristik dan hermeneutik. Pembahasan heuristik adalah telaah dari kata perkata, bait-bait (line) dan term-term karya sastra. Sedangkan hermenuistik adalah penafsiran atas totalitas karya sastra Endrawarsa (2008). Tinjauan yang penulis lakukan yaitu dengan memperhatikan menganalisis tiap kata, larik dan bait dalam sajak dengan kata lain penulis menggunakan pembahasan heuristik.


















Pembahasan

1) Rindu Tanah
Akan aku urai semesta
Pada warna hijau daun-daun
Menjadikan akar nyawa hidupnya
Sedang tanah inti tumbuhnya
Adapun air jalan darahnya

Lalu waktu mangatur musim
Menjadikan malaikat kematian
Kemudian menunggu daun menguning
Mengingatkan warna tanah
Pada tangkai dan rantingnya.
Iman Abda, 1997

Kajian Sintaksis
Sintaksis berusaha menerangkan pola-pola yang mendasari satuan-satuan sintaksis, sera bagian bagian yang membentuk satuan-satuan tersebut, Suherlan dan Odien (2004: 197). Dalam mengkaji sajak-sajak Iman Abda ini penulis juga mencoba menelaahnya dengan alat sintaksis yaitu: Urutan, Bentuk kata, Intonasi, dan Partikel atau Kata Tugas, Dalam sajak pertama yang berjudul Rindu Tanah satuan-satuan kata yang menjadi frasa urutannya telah sesuai. Suherlan, Dalam bahasa pada umumnya peran urutan kata ikut menentukan makna gramatikal. Puisi yang berjudul rindu tanah ini terdiri dari dua bait dan tiap baitnya terdiri atas lima larik yang sudah merupakan klausa.
Klausa pada larik pertama termasuk kedalam klausa bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mayor jika diberi intonasi final.sedangkan kalusa pada larik kedua adalah kalusa tidak bebas jadi tidak akan menjadi kalimat sempurna apabila diberi intonasi final. Jika klausa pada larik pertama dan kedua ini digabungkan dan diberi intonasi akhir atau tanda titik maka sudah merupakan kalimat sempurna dan termasuk kedalam jenis kalimat pernyataan. Ini sesuai dengan pendapat Suherlan, Odien (2004:224) kalimat pernyataan merupakan kalimat yang dibentuk untuk menyiarkan informasi tanpa mengharapkan responsi tertentu. Sedangkan klausa pada larik ketiga samapai dengan kelima merupakan klausa tidak bebas dan jika ketiganya disatukan maka akan membentuk kalimat majemuk setara. Referen –nya pada larik ketiga, empat, dan lima mengacu pada kata semesta.
Pada umumnya kalimat dalam pusisi ini adalah kalimat langsung artinya kalimat yang diujarkan langsung oleh si aku lirik. Klausa pada larik pertama dalam bait ke 2 di atas merupakan klausa bebas dan sudah dapat menjadi kalimat mayor atau sempurna. Larik kedua merupakan klausa terikat atau tidak bebas yang belum bisa menjadi kalimat sempurna walaupun diberi intonasi akhir. Pada larik ketiga sapai terakhir merupakan satu kesatuan kalimat dan termasuk kalimat deklaratif.

Kajian Semantik
Makna adalah ranah dalam kajian semantik. Makna di sini bukan hanya makna gramatikal atau kesesuaian pola kalimat dalam sebuah teks tetapi juga makna leksikal atau keberterimaan makna dalam suatu bahasa. Penulis mencoba menguraikan makna dalam puisi-puisi Iman abda berdasar pada telaah semantik.
Dalam sajak yang pertama yang berjudul rindu tanah penulis melihat dalam sajak ini menggunakan makna kolokasi yaitu makna yang merupakan makna kata yang biasanya berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Misalnya pada kata semesta, warna hijau daun-daun, akar, tanah, air, daun menguning, warna tanah, tangkai, dan ranting, kata-kata tersebut berhubungan dengan tanah yang merupakan judul dari sajak ini.
Secara leksikal makna kata semesta berarti jagat raya yang meliputi langit, bumi dan sistem tata surya. Pada klausa Menjadikan akar nyawa hidupnya, secara gramatikal kata menjadikan berarti membuat jadi atau membuat, kata akar secara kontekstual akar adalah sumber kehidupan bagi pohon karena pohon menyerap saripati makanan dari tanah. Dalam semantik juga dikenal istilah makna denotasi dan konotasi. Dalam sebuah puisi (karya sastra pada umumnya) sebuah kata tidak hanya mengandung aspek denotasinya saja. Bukan hanya berisi arti yang ditunjuk saja, tetapi masih ada arti tambahannya yang ditimbulkan oleh asosiasi-asosiasi yang keluar dari denotasinya, Pradopo (2009:59).
Pada sajak rindu tanah ada beberapa klausa yang mengandung makna konotasi misalnya “akan aku urai semesta, Pada warna hijau daun-daun” urai berarti meleburkan atau membuatnya menjadi tanah. Semesta berarti jagat raya yang meliputi langit, bumi dan sistem tata surya. Namun, disini semesta dapat di kiaskan sebagai segala bentuk kehidupan di dunia. Dapat dibayangkan ketika semua kehidupan melebur dan kemudian menjadikannya pupuk untuk tumbuhnya daun-daun hijau. “Lalu waktu mangatur musim, Menjadikan malaikat kematian” waktu secara denotasi terdiri daridetik, menit jam sampai tahun dan seterusnya dan musim adalah perpindahan/pergantian siklus cuaca dalam jangka yang sangat lama bergerak. Dapat dipahami bahwa waktulah yang menentukan musim itu kapan akan datang dan pergi. Sedangkan malaikat kematian di sini mengacu kepad musim yang kita tau tak selamanya bersahabat adakalanya mendukung aktifitas manusia dan adakalanya menghambat bahkan menjadi ancaman.

Isotopi dalam sajak
Isotopi adalah wilayah makna yang terbuka sepanjang wacana.
Isotopi Alam
Semesta musim
Daun-daun tangkai
Akar ranting
Tanah air

Isotopi manusia
Aku urai
Mengingatkan menunggu

Isotopi perbuatan
Akan sedang
Menjadikan mengatur

Isotopi tempat

Isotopi penghubung
Lalu kemudian

Kajian pragmatik
Kajian pragmatik mengaitkan konteks dalam pertuturan dan proses tindak tutur tidak akan lepas dari konteks situasi sosial. Karena yang dikaji dalam pragmatik adalah maksud penutur dalam menyampaikan tuturannya maka dapat juga dikatakan bahwa pagmatik dalam berbagai hal sejajar dengan ilmu bahasa semantik, Rahardi, (2003: 16) Aku lirik dikiaskan begitu hebat dalam sajak ini yang mempunyai harapan untuk mampu meleburkan semesta. Maksud aku lirik dalam bait pertama, aku lirik mempunyai keinginan untuk menghijaukan kembali lingkungan dimana ia tinggal (Pada warna hijau daun-daun), dengan pohon-pohon yang akarnya menjadi penopangnya, air dan tanah menjadi penyokong kelangsungan hidup pohon tersebut. Terdapat metafor-metafor pada bait ke 1 yang memperkuat maksud tadi yaitu akar nyawa hidupnya, tanah inti tumbuhnya dan, air jalan darahnya.
Pada bait 2 aku lirik mencoba menyampiakan akibat dari tidak adanya kepedulian terhadap lingkungan yaitu pada metafor musim, menjadikan malaikat kematian. Maksudnya adalah musim semakin tidak bersahabat dan tinggal menunggu kehancurannya menunggu daun menguning, mengingatkan warna tanah, pada tangkai dan rantingnya.

Kajian Semiotik
Dalam sebuah karya sastra dapat kita temukan tanda-tanda bahasa. Oleh karena itu setiap karya sastra dapat ditinjau secara semiotik dan yang perlu kita perhatikan adalah sekuat dan sebanyak apa tanda-tanda yang teradapat dalam karya sastra tersebut untuk dikaji. Dalam sajak-sajak Iman Abda yang berjudul “Rindu tanah, Kelahiran generasi bunga-bunga, ” ini pun penulis mencoba menganalisis tanda-tanda bahasa beserta referent yang ada di dalamnya.
Tinjauan penulis awali pada judul sajak karena judul juga ikut berperan dalam menjelaskan isi yang terkandung dalam sajak, judul dapat dianggap sebagai indeks pada teks karena berkaitan dan memiliki hubungan kausalitas dengan isi teks. Judul sajak yang pertama yaitu “Rindu Tanah” setelah membaca judul ini timbulah beberapa pertanyaan, apa yang tanah rindukan, kenapa tanah bisa merindu. Pertanyaan itu akan terjawab pada isi sajak ini, coba kita perhatikan larik pertama.
“Akan aku urai semesta”
Dalam sajak ini aku lirik menjadi pembicara monolog yang menyampaikan situasi atau pengalaman batinnya. Dalam bait pertama ini aku lirik mencoba mengurai semesta. Mengurai semesta di sini bukan merupakan arti harfiah atau makna denotatif tetapi memiliki makna konotatif, kata urai/mengurai dapat diartikan meleburkan dan mendaur ulang atau membangun kembali semesta. Kata semesta memiliki ikonitas yang kuat pada referent alam/lingkungan hidup, ini diperkuat dengan larik selanjutnya yaitu.
Pada warna hijau daun-daun
Menjadikan akar nyawa hidupnya
Sedang tanah inti tumbuhnya
Frasa hijau daun-daun, nyawa hidupnya, inti tubuhnya merupakan simbol alam dan kehidupan. Dan tanah adalah tempat bertumpunya kehidupan tersebut jadi larik “Sedang tanah inti tumbuhnya” dapat dikatakan sebagai indeks karena memiliki hubungan kausalitas dengan bait sebelunya. Alam dan kehidupan tidak akan ada tanpa tanah sebagai penyokongnya.ini diperkuat dengan referen –nya dalam bait ini mengacu pada semesta dari larik sebelumnya.
“Adapun air jalan darahnya”
Semua tahu bahwa air merupakan kebutuhan primer setiap mahluk hidup, tanpa air tak akan ada kehidupan di bumi ini. Jadi kata air dalam larik ini dapat dikatakan sebagai indeks atau tanda yang memiliki hubungan kausalitas dengan makna yang diacunya yaitu kehidupan.
Lalu waktu mangatur musim
Menjadikan malaikat kematian
Penggunaan citraan yang berhubungan dengan bahasa kiasan, dalam sajak ini dipergunakan untuk mendapat gambaran yang lebih jelas dan tegas.citraan gerak misalnya pada Waktu mengatur musim …. dapat ditafsirkan dengan pergeseran cuaca pada zaman ini yang tak menentu, bait kedua ini merupakan indeks. musim menjadikan malaikat kematian ialah perumpamaan epos atau perbandingan yang dilanjutkan dari larik sebelumnya untuk menggambarkan situasi dimana musim tak lagi membantu manusia, dewasa ini disebut dengan Global Warming. Seperti itulah sedikit apa yang ingin digambarkan aku lirik dalam bait ini. Gambaran ini dapat dikatakan pengalaman spiritual penulis. Seperti dalam Hewan FR (2005:07) pengalaman spiritual adalah pengalaman yang bisa dirasakan hanya oleh batin.
Kemudian pada larik-larik berikutnya termasuk kedalam simbol dari awal kematian yang merupakan akibat dari larik sebelumnya (musim menjadikan malaikat kematian). Daun yang menguning secara konvensional menggambarkan awal dari kematian diperkuat lagi dengan larik-larik berikutnya “Mengingatkan warna tanah” maksud dari larik ini adalah mengingatkan kita pada kematian, tanah adalah tempat kembalinya semua yang hidup pada kematian.


2) Kelahiran generasi bunga-bunga

Di tempat tak berpeta
Tempat ribuan ribuan ayat meluncur ke langit
Aku menangkap sihir bumi
Dengan kegelisahan yang nyeri

Ayat –ayat jadi mantra
Mengubah sikap seorang hamba
Menumbuhkan harapan
Lentera kecil di hati terus menyala
Menerangi gelap malam
Membaca peta bumi yang kusam

Kemudian lahir dari cahaya
Generasi bunga-bunga
yang terjebak selalu harus berdoa

Kemudian lahir dari rahim matahari
Generasi bunga-bunga
Yang di dadanya berkobar api membara

Kemudian lahir dari api kita
Generasi bunga-bunga
Yang mencinta bagian dari darahnya
Iman Abda, 1997


Kajian Sintaksis
Puisi yang ke 2 ini terdiri dari 5 bait yang tidak terlalu panjang. Umumnya tiap bait jika digabungkan merupakan satu kesatuan kalimat yang sempurna secara struktur kalimat, yaitu terdiri dari S, P, O, K. tiap larik umumnya sudah dapat berdiri sendiri menjadi kalimat karena merupakan klausa bebas. Tetapi ada beberapa klausa yang ridak dapat menjadi kalimat sempurna misalnya pada larik-larik berikut “Di tempat tak berpeta, Menumbuhkan harapan, Menerangi gelap malam, Generasi bunga-bunga” klausa-klausa ini merupakan klausa tidak bebas artinya tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat meski diberi intonasi final dan struktur pola kalimatnya pun belum lengkap.

Kajian Semantik
“Di tempat tak berpeta” kalimat ini secara harfiah dapat diartikan sebagai tempat yang asing atau sama sekali tidak dikenal oleh aku lirik .”Tempat ribuan ribuan ayat meluncur ke langit”, ayat secara denotasi berarti bagian-bagian dari surat-surat Al Qur’an sedangkan meluncur kelangit di sini tidak bermakna denotasi tetapi lebih kepada makna konotasi yang artinya dipanjatkan. Jadi larik ke dua ini dapat diartikan bahwa menurut aku lirik disitulah tempat ribuan orang memanjatkan do’a. “Aku menangkap sihir bumi, dengan kegelisahan yang nyeri.” Sihir secara denotasi adalah ilmu gendam atau ilmu yang biasanya sulit diterima oleh logika. Si aku lirik menangkap atau menerima suatu hal yang tak bisa diterjemahkan oleh logikanya dari tempat ia tinggal dengan perasaan gelisah dan menyakitkan.
“Ayat –ayat jadi mantra, mengubah sikap seorang hamba Menumbuhkan harapan” ayat -ayat di sini seperti yang telah diartikan di atas. Aku lirik menggambarkan do’a yang menjadi mantra (mantra sendiri biasanya digunakan untuk sihir) yang mampu mengubah sikap seseorang dan memberikannya harapan. “lentera kecil di hati terus menyala menerangi gelap malam membaca peta bumi yang kusam.” Dalam larik berikut ini aku litik menjelaskan bahwa do’a dan harapan tadi menjadi cahaya terang dalam hati yang menjadi penunjuk jalan kita dalam menjalankan kehidupan.
“Kemudian lahir dari cahaya generasi bunga-bunga yang terjebak selalu harus berdoa.” Kata generasi dalam larik ini secera denotatif merupakan keturunan atau kelahiran baru. Secara nyata tidak ada generasi yang lahir dari cahaya hanya malaikatlah yang dilahirkan dari cahaya. Jadi penulis menafsirkan bahwa dalam bait ini akulirik menggambarkan penciptaan malaikat.“Kemudian lahir dari rahim matahar, generasi bunga-bunga, yang di dadanya berkobar api membara” sedangkan pada bait ini aku lirik menggambarkan lahirnya iblis. Karena iblis diidentikan dengan api yang berkobar dan menyuulut amarah dan dilahirkan dari api.
Isotopi dalam sajak
Isotopi Alam
Bunga-bunga cahaya
Bumi
Api
Isotopi manusia
Tubuh kelahiran
Hamba
generasi
Isotopi Perasaan

Kajian Pragmatik
Karena yang dikaji dalam pragmatik adalah maksud penutur dalam menyampaikan tuturannya maka penulis mencoba mengaitkan maksud dan makna dalam sajak ke 2 karya Iman Abda ini. Secara semantik atau makna teksnya pada bait pertama sajak ini dapat diartikan sebagai tempat yang asing atau sama sekali tidak dikenal oleh aku lirik dan disitulah tempat ribuan orang memanjatkan do’a. maksud aku lirik jika dikaitka dengan makna tadi adalah dia menceritakan suatu temmpat dimana banyak orang-orang memanjatkan do’a dengan segala kegelisahannya.
Pada bait kedua jika dikaitkan dengan makna kalimat dalam kajian semantic di atas maksud dari aku lirik adalah do’a yang terpancar dapat mengubah sikap sorang yang mengucapkannya dan menumbuhkan harapan-harapan yang menjadi penerang dalam hatinya sehingga dapat menghantarkannya menjelajahi hidup di dunia yang penuh dengan kebohongan ini. Pada bait ke tiga sampai dengan terakhir penulis menafsirkannya sama dengan tafsiran semantik di atas.

Kajian Semoitik
Pada sajak ke 2 ini, seperti halnya di awal tadi tinjauan penulis awali dari judul sajak. Karena judul juga ikut berperan dalam menjelaskan isi yang terkandung dalam sajak, judul dapat dianggap sebagai indeks pada teks karena berkaitan dan memiliki hubungan kausalitas dengan isi teks. Judul sajak yang ke dua yaitu “Kelahiran Generasi Bunga-bunga”. Kata bunga-bunga dalam judul ini bukanlah makna denotatif tetapi dapat dianggap sebagai simbol keindahan. apakah melambangkan keindahan atau mungkin hal lain akan diperjelas dalam sajak.
Di tempat tak berpeta
Tempat ribuan ribuan ayat meluncur ke langit
Aku menangkap sihir bumi
Dengan kegelisahan yang nyeri
Dalam bait ini si aku lirik mencoba menggambarkan sebuah tempat yang pernah ia singgahi. Mungkin tempat itu adalah sebuah wilayah di India seperti yang tersurat dalam antologinya. Atau disebuah tempat suci atau tempat ibadah karena pada larik ke dua dalam bait ini menyebutkan Tempat ribuan ribuan ayat meluncur ke langit. Larik ini dapat diartikan sebagai tempat suci atau tempat ibadah karena pada frasa ayat meluncur ke langit, penulis mengangap itu sebagai icon dari proses ibadah dan menginterpretasikannya sebagai do’a.
Ayat –ayat jadi mantra
Mengubah sikap seorang hamba
Menumbuhkan harapan
Pada larik pertama, kedua dan ketiga dalam bait ke 2 ini aku lirik menggambarkan betapa berpengaruhnya sebuah do’a (ayat-ayat) yang mampu mengubah sikap seseorang dan menumbuhkan harapan. Kata harapan dapat ditinjau dari makna denotatifnya yaitu keinginan atau sesuatu yang di inginkan yang dapat memotivasi kita untuk mendapatkannya.
Lentera kecil di hati terus menyala
Menerangi gelap malam
Membaca peta bumi yang kusam
Pada larik berikutnya Lentera kecil di hati merupakan sebuah simbol keimanan dalam hati seseorang yang membantu dan mengarahkan seseorang untuk mampu memilih antara kebaikan dan keburukan. (Membaca peta bumi yang kusam) Juga dapat memahami dan memaknai kehidupan di dunia yang membingungkan.
Kemudian lahir dari cahaya
Generasi bunga-bunga
Yang terjebak selalu harus berdoa
Pada bait ke 3 ini menggambarkan tentang penciptaan malaikat, kita tahu bahwa dalam islam malaikat itu diciptakan dari cahaya yang suci dan tidak diberikan nafsu sehingga selalu menjalankan apa yang menjadi tugasnya. Dalam islam malaikat juga digambarkan selalu berdo’a kepada Allah dan untuk orang yang selalu berbuat kebaikan. Jadi bait ini merupakan simbol penciptaan malaikat dan frasa Generasi bunga-bunga dapat dipahami sebagai penciptaan itu sendiri.

Kemudian lahir dari rahim matahari
Generasi bunga-bunga
Yang di dadanya berkobar api membara
Kontras dengan bait ke 3 tadi, bait berikut ini aku lirik menggambarkan penciptaan generasi penuh ambisi. Jadi dapat dipahami bahwa bait ini menggambarkan penciptaan iblis yang diciptakan dari api yang menyala-nyala dan kita tahu bahwa matahari adalah api yang menyala sepanjang masa. Klausa Yang di dadanya berkobar api membara merupakan simbol ambisi dan amarah.

Kemudian lahir dari api kita
Generasi bunga-bunga
Yang mencinta bagian dari darahnya
Pada bait terakhir ini menggambarkan penciptaan manusia walaupun tak disebutkan bahwa penciptaan manusia dari tanah dalam bait ini kelahiran manusia diperjelas pada larik terakhir yaitu “Yang mencinta bagian dari darahnya” . Manusia mempunyai nafsu, mempuntai ambisi, dan rasa saying terhadap orang terdekatnya.


3) Bulan Itu Bernama Ibu
Apa yang lebih bahagia dari senyum

Keikhlasan mengurai cahaya purnama
Menerbangkan kunang-kunang bahagia
Menuju arah bintang di angkasa
Menjadikan sorot matamu mempesona

“ bulan itu bernama ibu”
Suara angin mendesir menyibak rambutmu
Meremukan tulang-tulang di tubuhku
Memberi cahaya jantung dengan nyaman

“ bulan itu bernama ibu”
Meyakinkan penjelajah sepertiku
Untuk terus menyusuri tapak bumi;
Takdir yang diberikan pada jari kaki

Iman Abda, Pasirluyu, 1999

Kajian Sintaksis
Puisi yang ke 3 ini terdiri dari 3 bait yang tidak terlalu panjang. Umumnya tiap bait jika digabungkan merupakan satu kesatuan kalimat yang sempurna secara struktur kalimat, yaitu terdiri dari S, P, O, K. tiap larik umumnya sudah dapat berdiri sendiri menjadi kalimat karena merupakan klausa bebas. Pada larik pertama kalimat yang sisampaikan aku lirik adalah kalimat tanya. Selebihnya adalah kalimat pemberitahuan yang tidak meminta response tertentu dari pembaca. Penggunaan tanda kutip (“”) dalam klausa “ bulan itu bernama ibu” adalah untuk menandakan adanya arti khusus dalam larik tersebut. Dalam keraf (1994:22) disebutkan, tanda kutip dipakai untuk sebuah kata asing atau sebuah kata yang diistimewakan atau mempunyai arti khusus. Penggunaan titik koma (;) dalam sajak di atas yaitu untuk memisahkan bagian kalimat yang sederajat, di mana tidak dingunakan kata-kata sambung. Keraf (1994:19) Dan referen –mu mengacu pada orang kedua dalam sajak tersebut namun tidak disebutkan identitasnya.

Kajian Semantik
Mengurai cahaya purnama secara konotatif dalam memancarkan cahaya dikala purnama. Menerbangkan kunang-kunang bahagia menerbangkan memiliki fungsi proses, sedangkan kunang-kunang secara konotatif diartikan sebagai seorang anak yang sedang belajar mandiri.jadi larik ini dapat diinterpretasikan sebagai proses pendewasaan anak agar dapat mandiri. “bulan itu bernama ibu” seperti yang sudah disebutkan dalam pemabhasan di atas tanda petik pada larik ini untuk penekanan makna khusus. Yaitu bulan sebagai pembanding dari ibu, pembanding di sini adalah pembanding sifat-sifatnya. Meyakinkan penjelajah sepertiku, Untuk terus menyusuri tapak bumi; kata penjelajah didefinisikan sebagai seseorang yang suka bepergian ke tempat-tempat yang baru dan asing. Aku lirik dalam mengumpamakan dirinya sebagai seorang penjelajah atau orang yang akan bepergian ke tempat-tempat yang belum ia kenal, dan sosok ibu di sini membantunya menjalani semua itu.

Kajian Pragmatik
Keikhlasan mengurai cahaya purnama
Menerbangkan kunang-kunang bahagia
Menuju arah bintang di angkasa
Menjadikan sorot matamu mempesona
Maksud dari tuturan dalam bait 1 ini adalah sifat-sifat keibuan yang seperti bulan yang ikhlas memancarkan cahaya purnamanya tanpa meminta imbalan. Dari sifat-sifat itu kemudian mampu membangkitkan dan menerbangkan kunang-kunang (anak) agar dapat mandiri dan menggapai cita-citanya setinggi mungkin “Menuju arah bintang di angkasa” membuat sosok ibu itu sendiri istimewa dan mempesona di mata aku lirik.
“ bulan itu bernama ibu”
Meyakinkan penjelajah sepertiku
Untuk terus menyusuri tapak bumi;
Takdir yang diberikan pada jari kaki
Untuk menegaskan bahwa sifat bulan itu seperti sifat ibu maka pemerian tanda kutip terdapat pada larik. Sosok seorang ibu juga digambarkan begitu berpengaruh terhadap kehidupan aku lirik pada larik ketiga di atas termasuk kedalam praanggapan karena sifat pernyataan tersebut belum mutlak dan tidak berlaku dan belum tentu kebenarannya.

Kajian Semiotik
Dari judul sajak ke 3 penulis mencoba meraba makna yang terkandung di dalamnya. Judul ini memakai bahasa kiasan atau gaya bahasa pembanding yang menyamakan ibu yang seperti bulan. Dalam sajak ini aku lirik menjadi pembicara monolog yang menyampaikan situasi atau pengalaman batinnya. Kemudian pada larik pertama penulis mencoba menanyakan pertanyaan yang tak membutuhkan jawaban . Dalam puisi ke 3 karya Iman Abda ini terdiri dari 3 bait. Dalam setiap lariknya sudah merupakan klausa bebas yang dapat menjadi kalimat sempurna. Pada larik pertama dalam sajak ke 3 ini, merupakan kalimat tanya, hanya saja tidak ada intonasi final. Pola rima dalam sajak ini adalah, a, a, a,a, dan a, b, a.
dari gambaran awal terlihat bahwa puisi ini menggambarkan sifat-sifat sorang ibu. Misalnya pada judul bulan itu bernama ibu, secara tersirat judul ini menggambarkan sifat-sifat bulan yang seperti ibu. Keikhlasan mengurai cahaya purnama” dalam larik ini sifat-sifat bulan digambarkan seperti sifat seorang ibu misalnya sifat ikhlas seorang ibu yang mengurusi anaknya tanpa pernah mengeluh dan minta imbalan apapun. Sama seperti bulan yang senantiasa memberikan cahayanya yang menerangi bumi ini dikala gelap malam. Kata keikhlasan merupakan gaya personifikasi yang menggambarkan bulan tersebut memiliki sifat-sifat seperti manusia. Makna dalam larik ini mengacu pada referen bulan yang memiliki ikonitas terhadap denotatum ibu. Selanjutnya pada larik “menerbangkan kunang-kunang bahagia” penulis menginterpretasikanya sebagai proses ketika seorang ibu itu sendiri mendidik anaknya, sehingga bisa mandiri dan dapat menghadapi dunia luar sendiri. “menuju arah bintang di angkasa” kita tahu bahwa bintang di angkasa sangat tinggi maka penulis menginterpretasikan larik berikutnya yaitu untuk mencapai cita-cita yang paling tinggi. “bintang di angkasa” dapat dikatakan sebagai simbol. Menjadikan sorot matamu mempesona.
“ bulan itu bernama ibu”
Suara angin mendesir menyibak rambutmu
Meremukan tulang-tulang di tubuhku
Memberi cahaya jantung dengan nyaman
Dalam bait selanjutnya disebutkan “ bulan itu bernama ibu” ini memperjelas denotatum dari makna yang diacu oleh bait pertama tadi. Sedangkan dalam bait ke 2 ini tidak menyimbolkan sifat-sifat seorang ibu tetapi menggambarkan perasaan aku lirik itu sendiri ketika berada di dekat ibu. Misalnya pada larik berikut “Memberi cahaya jantung dengan nyaman”
“ bulan itu bernama ibu”
Meyakinkan penjelajah sepertiku
Untuk terus menyusuri tapak bumi;
Dalam bait terakhir ini aku lirik menggambarkan dampak dari perbuatan ibu. Yaitu proses mendidik yang dilakukan ibu mampu meyakinkan si aku lirik untuk terus mengejar cita-citanya. Takdir yang diberikan pada jari kaki maksudnya menjalankan apa yang sudah digariskan oleh tuhan.

4) Menulis Namamu
Subuh yang menyisakan kantuk
Menjebaku menulis namamu di pantai
Dengan gemuruh ombak dan rintik hujan

Aku tulis biografi singkat
Tentang air mata yang cemerlang
Bagai intan di kesedihan cinta

Tak kuhiraukan tubuh ini
Aku tulis lagi namamu yang hilang
Ditelan badai dan gumpalan garam

Kemudian aku menari
Dengan gerak ritual yang kau ajarkan
Terimalah aku karena telah menulismu
Dengan darah dan air mata di lautan

Iman Abda, pangandaran, 1999

Kajian Sintaksis
Puisi yang ke 4 ini terdiri dari 4 bait yang tidak terlalu panjang. Umumnya tiap bait jika digabungkan merupakan satu kesatuan kalimat yang sempurna secara struktur kalimat, yaitu terdiri dari S, P, O, K. tiap larik umumnya sudah dapat berdiri sendiri menjadi kalimat karena merupakan klausa bebas. Namun ada beberapa kalusa yang termasuk kedalam klausa tidak terbuka diantaranya yaitu sebagai berikut. Menjebaku menulis namamu di pantai, Tentang air mata yang cemerlang, Bagai intan di kesedihan cinta, Selebihnya adalah kalimat pemberitahuan yang tidak meminta response tertentu dari pembaca. Referen –mu pada bait 1, 3 dan 4 merngacu pada seseorang yang berarti bagi aku lirik namu tidak digambarkan secara jelas dalam sajak ini.

Kajian Semantik
Karena makna adalah ranah dalam kajian semantik. Makna di sini bukan hanya makna gramatikal atau kesesuaian pola kalimat dalam sebuah teks tetapi juga makna leksikal atau keberterimaan makna dalam suatu bahasa. Penulis mencoba menguraikan makna dalam puisi-puisi Iman abda berdasar pada telaah semantik. Subuh yang menyisakan kantuk, suasuana yang terbangun dari saja dapat langsung terlihat pada larik pertama yaitu suasana subuh atau pagi-pagi sekali ketika matahari belum muncul, mengharuskan aku lirik mengenang masa lalunya pada sebuah pantai dengan gemuruh ombak dan hujan gerimis.
Aku tulis biografi singkat
Tentang air mata yang cemerlang
Bagai intan di kesedihan cinta
Aku tulis biografi singkat, secara gramatikal berarti menuliskan secara lengkap identitas diri atapun orang lain. Secara konotasi berarti aku lirik mengisahkan kembali masa lalunya tentang kesedihan cintanya dan kebahagiaan.

Kajian Pragmatik
Karena yang dikaji dalam pragmatik adalah maksud penutur dalam menyampaikan tuturannya maka penulis mencoba mengaitkan maksud dan makna dalam sajak ke 4 karya Iman Abda ini. Secara semantik atau makna teksnya pada bait pertama sajak ini mendekripsikan lokasi pantai dengan pasirnya diperkuat oleh adanya ombak, dan pasir. Aku lirik digambarkan sedang mengenang masa lalunya di pantai tersebut.
Pada bait kedua maksud aku lirik adalah dia mencoba mendeskripsikan kembali kisah masalalunya yang penuh kesedihan terutama dalam percintaannya. Dia membiarkan tubuhnya basah kuyup karena hujan dan dia berusaha mengukir kembali kisahnya dalambentuk tulisan meski kemabali disapu ombak. Klausa tak ku hiraukan tubuh ini juga dapat diartikan dia rela berkorban meski apa yang si aku lirik bangun hancur dan hancur lagi.

Kajian Semiotik
Dalam sajak ini aku lirik menjadi pembicara monolog yang menyampaikan situasi atau pengalaman empirisnya dengan seseorang yang disebutkan dengan pronominal –mu. Pada bait pertama tidak terdapat makna khusus yang harus diulas secara semiotik karena tida ada makna tersirat didalamnya dan hanya pengalaman aku lirik semata ketika suatu pagi di tepi pantai ditemani hujan.
Pada larik pertama, bait kedua aku lirik mencritakan kesedihannya di pantai yang memiliki banyak kenangan bagi aku lirik.misalnya pada kalimat berikut yang menggambarkan bahwa aku lirik mempunyai kenangan khusus dengan pronominal -mu “Aku tulis biografi singkat ,tentang air mata yang cemerlang, bagai intan di kesedihan cinta”.
Tak kuhiraukan tubuh ini
Aku tulis lagi namamu yang hilang
Ditelan badai dan gumpalan garam
Pada bait 3 ini Dalam keadaan hujan seperti yang tergambar dalam bait pertama aku lirik tak memperdulikan tubuhnya yang basah kuyup karena hujan ia menuliskan kembali nama seseorang yang berarti baginya yaitu pronominal –mu meski nama itu hilang diterlan hujan dan ombak.
Kemudian aku menari
Dengan gerak ritual yang kau ajarkan
Terimalah aku karena telah menulismu
Dengan darah dan air mata di lautan
Pada bait terakhir ini aku litik mengekspresikan kesedihannya dengan gerakan tarian, di tepi pantai entah apa yang dimaksud ritual dalam hal ini mungkin kenangan yang pernah dialami bersama-sama dalam suka dan duka (darah dan air mata).















Kesimpulan
Dalam sajak-sajak iman abda lebih banyak menonjolkan unsur simbolik yang dapat terlihat secara eksplisit. Seperti sifat-sifat bulan yang menerupai sifat dan kasih saying seorang ibu. Generasi yang lahir dari cahaya yang menumbolkan penciptaan malaikat. Namun bukan berarti unsur ikonitas tidak ada tetapi memang tidak terlalu banyak dalam puisi Iman Abda ini.


























Pustaka Acuan

Abda, Iman. 2008. Jalan Merah Saga (Antologi puisi). Bandung: Gaza Publishing.
Endrawarsa, Suwardi. 2008. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Medpress.
Herwan, FR. 2005. Apresiasi dan Kajian Puisi. Serang: Gerage Budaya.
Keraf, Gorys. 1994. KOMPOSISI. Jakarta: Nusa Indah
Kridalakasana, Harimurti. 2008. Kamus Lingusitik (Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada Universiti Press.
Pradotokusumo, Partini Sardjono.2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan Dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma.
Sudjiman, Panuti dan Aart Van Zoest. 1991. Serba serbi semiotik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suherlan dan Rosidin, Odien. 2004. Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya: Serang. Untirta Press.
Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
www.venayaksa.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar