Catatan Materi Bahasa Indonesia

Catatan Materi Bahasa Indonesia

Senin, 18 Januari 2010

Analisis Alih Kode dan Campur Kode dalam Cerpen

Latar Belakang
Bahasa meupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dengan menguasai bahasa maka manusia dapat mengetahui isi dunia melalui ilmu dan pengetahuan-pengetahuan yang baru dan belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Sebagai alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Secara internal artinya pengkajian tersebut dilakukan terhadap unsur intern bahasa saja seperti, struktur fonologis, morfologis, dan sintaksisnya saja. Sedangkan kajian secara eksternal berarti kajian tersebut dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor di luar bahasa, tetapi berkaitan dengan pemakai bahasa itu sendiri,masyarakat tutur ataupun lingkungannya. Pengkajian bahasa secara eksternal juga mengkaji bagaimana pembauran pelbagai bahasa dalam suatu wilayah dan penguasaan bahasa kedua, ketiga bahakan selanjutnya oleh penutur atau pengguna bahasa.
Seseorang yang menguasai dua bahasa biasa disebut bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahsawan) sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasawanan) Chaer (1995:112).
Sebagai seorang yang terlibat dengan penggunaan dua bahasa dan juga dengan dua budaya, seorang dwibahsawan tentu tidak terlepas dari akibat-akibat penggunaan dua bahasa. Salah satu akibatnya adalah umpang tindih antara dua sistem bahasa yang dipakai atau digunakannya dari unsur bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Ini dapat terjadi karena kurangnya penguasaan bahasa kedua oleh penutur atau bahkan karena kebiasaan. Percampuran unsur bahasa ini disebut alih kode (code switching) dan campur kode (code mixing).
Karena semakin berbaurnya budaya di era glogalisasi ini, alih kode dan campur kode sering terjadi baik dalam percaapan sehari-hari maupun dalam sebuah wacana tulis (Cerpen, artikel, dll). Karena banyaknya alih kode dan campur kode yang terdapat dalam wacana maka penulis melalukan sebuah analisis terhadap Cerpen dengan judul “ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM CERPEN MENARI DI SURGA”

Kamis, 14 Januari 2010

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) Drama

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Satuan Pendidikan : SMA
Kelas / Semester : XII / II (Dua)
Alokasi waktu : 4 x 40 Menit 2x Pertemuan

A. Standar Kopetensi
Mendengarkan
13. Memahami pembacaan teks drama

B. Kopetensi dasar
13.1 Menemukan unsur-unsur intrinsik teks drama yang didengar melalui pembacaan
C. Tujuan pembelajaran
1. Setelah guru menjelaskan mengenai drama, siswa dapat memahami unsur intrinsik dalam naskah drama.
2. Setelah mendengarkan pembacaan naskah drama, siswa dapat menangkap dan mengetahui unsur intrinsik dalam naskah drama tersebut.
3. Siswa dapat mengungkapkan kembali unsur intrinsik drama dengan bahasa sendiri dan tepat.
D. Materi pokok.
Teks drama, Unsur-unsur intrinsik (tema, penokohan, latar, alur, amanat)

Langkah-langkah pembelajaran.
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN
PEMBUKA
(Apersepsi) o Guru memeriksa kesiapan siswa dalam menerima materi yang akan disampaikan kemudian mengabsensi siswa.
o Guru bertanya jawab dengan siswa tentang drama.
o Guru menyampaikan tujuan pembelajaran


INTI Pertemuan ke-1
o Guru memutar rekaman cuplikan sinetron remaja yang sedang populer.
o Guru menanyakan siapa saja siswa yang mengikuti cerita sinetron tersebut. Kepada siswa yang menonton, guru mengajukan sejumlah pertanyaan seputar isi ceritanya: siapa tokoh utama, karakternya, tema, amanat, latar cerita, dsb.
o Guru memberikan gambaran awal mengenai drama
o Guru menyatakan bahwa dalam cerita sinetron, film, drama, dan cerita fiksi lain selalu memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik.
o Guru menjelaskan secara lengkap unsur intrinsik drama.
Pertemuan ke-2
o Siswa menyimak pembacaan teks drama yang dilakukan oleh siswa yang ditunjuk oleh Guru.
o Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan pemahaman isi cerita drama yang disampaikan secara lisan oleh Guru.
o Siswa saling menukarkan pekerjaan /jawabannya untuk diperiksa secara silang di bawah bimbingan Guru.
PENUTUP
(Internalisasi dan refleksi)
o Siswa menjawab soal-soal Kuis Uji Teori untuk mereview konsep-konsep penting yang telah dipelajari
o Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran
o Guru menyampaikan tugas mandiri untuk menyaksikan suatu cerita sintron/drama di radio atau televisi dan mengungkap unsur-unsur intrinsiknya.



Indikator
1. Menemukan unsur-unsur intrinsik teks drama yang didengar melalui pembacaan
2. Mendiskusikan unsur intrinsik teks drama yang didengar

Penilaian
Teknik dan Bentuk


15 % Tes Lisan
15 % Tes Tertulis
25 % Observasi Kinerja/Demontrasi
25 % Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
10 % Pengukuran Sikap
10 % Penilaian diri

Instrumen / soal Tugas untuk mendengarkan pembacaan teks drama
Tugas untuk menganalisis dan mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik cerita drama
Daftar pertanyaan Kuis Uji Teori untuk mengukur pemahaman siswa atau konsep-konsep yang telah dipelajari





Mengetahui, , 2010
Kepala SMAN Guru Mata Pelajaran




……………………….. Saeful Ma’ruf, S.Pd.












RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Satuan Pendidikan : SMA
Kelas / Semester : XII / II (Dua)
Alokasi waktu : 6 x 40 Menit 3x Pertemuan

A. Standar Kopetensi
Mendengarkan
13. Memahami pembacaan teks drama

B. Kopetensi dasar
13.2 Menyimpulkan isi drama melalui pembacaan teks drama

C. Tujuan pembelajaran
• Setelah guru menjelaskan mengenai drama, siswa dapat memahami unsur intrinsik dalam naskah drama.
• Setelah membaca naskah drama yang ditugaskan oleh guru, siswa dapat menangkap dan mengetahui unsur intrinsik dalam naskah drama tersebut.
• Siswa dapat menyimpulkan isi naskah drama sesuai dengan ko teks.

D. Materi pokok.
Teks Drama
• Simpulan isi drama






Langkah-langkah pembelajaran
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN
PEMBUKA
(Apersepsi) Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai unsur intrinsik dalam naskah drama yang telah dipelajari pada pertemuan yang lalu
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengaitkan dengan pengalaman siswa.
Guru mengkondisikan siswa untuk belajar dan bekerja kelompok.
Pertemuan ke-1
Siswa membentuk kelompok dan membaca teks drama yang telah disarankan oleh guru .
Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan pemahaman isi cerita drama yang disampaikan secara lisan oleh Guru.
Guru mengulas lebih mendalam dua unsur intrinsik, yaitu alur dan konflik.

Pertemuan ke-2
Siswa berdiskusi kelompok untuk mengungkap alur dan jenis konflik yang ada dalam drama yang didengarkan.
Guru mengamati kinerja siswa dalam mengikuti diskusi kelompok dan membuat catatan penilaian
Secara bergiliran, setiap kelompok ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain diwajibkan untuk memberikan tanggapan kritis atas isi presentasi.
Guru memberikan ulasan dan komentar terhadap hasil presentasi semua kelompok. Guru juga mengomentari kinerja individu dalam memberikan tanggapan. Ditunjukkan tanggapan yang bagus berikut alasannya.

Pertemua ke-3
Secara bergiliran, setiap kelompok ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain diwajibkan untuk memberikan tanggapan kritis atas isi presentasi.
Guru memberikan ulasan dan komentar terhadap hasil presentasi semua kelompok. Guru juga mengomentari kinerja individu dalam memberikan tanggapan. Ditunjukkan tanggapan yang bagus berikut alasannya.

PENUTUP
(Internalisasi dan refleksi) Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran.


Indikator
• Menyimpulkan isi teks drama sesuai dengan situasi dan konteks
• Menyampaikan simpulan isi teks drama
• Membahas simpulan isi teks drama yang telah disampaikan

Penilaian
Teknik dan Bentuk


15 % Tes Lisan
15 % Tes Tertulis
25 % Observasi Kinerja/Demontrasi
25 % Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
10 % Pengukuran Sikap
10 % Penilaian diri

Instrumen / soal Tugas untuk mendengarkan pembacaan teks drama
Tugas untuk menganalisis dan mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik cerita drama
Daftar pertanyaan Kuis Uji Teori untuk mengukur pemahaman siswa atau konsep-konsep yang telah dipelajari


Mengetahui, , 2010
Kepala SMAN Guru Mata Pelajaran

……………………….. Saeful Ma’ruf, S.Pd.

Selasa, 12 Januari 2010

PEMBELAJARAN PUISI DENGAN TEKNIK SAMBUNG DIKSI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar belakang masalah

Pembelajaran bahasa Indonesia di SLTP pada dasarnya bertujuan agar siswa dapat menguasai empat keterampilan bahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Dan pembelajaran empat keterampilan bahasa tertsebut lebih benyak diberikan kepada siswa, dengan kata lain pembelajaran ini lebih menekankan kepada sisi bahasa atau lingusitik tetapi kurang memperhatikan pembelajaran sastra.

Bahkan para guru seringkali melewatkan pembelajaran sastra, dengan alasan kurang menguasai meteri dan sulit dicerna oleh peserta didik. Jika kita cermati meteri pembelajaran sastra pada dasarnya tidak kalah penting dengan meteri kebahasaan lainnya, karena dengan pembelajaran sastra terutama puisi, siswa dapat mengekspresikan dirinya lebih kreatif lagi dan tidak terlepas dari empat keterampilan bahasa yang telah disebutkan di atas. Karena itu penulis memilih judul pembelajaran menulis puisi untuk lebih mengembangkan pembelajaran sastra agar lebih bervariatif dan peserta didik tidak jenuh dengan pembelajaran yang monoton.

Pembelajaran puisi bertalian erat dengan keterapilan berbahasa, misalnya;
menyimak, ketika anak diajak mempelajari puisi terlebih dahulu siswa diajak mengapresiasi puisi dengan cara menyimak pembacaan puisi, kemudian membaca kemudain membaca sebuah karya puisi dan mengamatinya. Selanjutnya siswa diarahkan untuk mengomentari dan mengemukakan isi puisi yang telah dibaca dan yang terakhir menulis puisi karya sendiri (menulis kreatif).

Kerena pentingnya pembelajaran sastra terutama puisi maka dari itu penulis berupaya mengembangkan dan mempermudah pembelajaran puisi agar mudah untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam hal ini penulis memilih teknik sambung diksi dan pemilihan metode ini didasarkan pada kelebihan metode yang antara lain sebagai berikut :

a)Lebih mudah dipahami siswa karena metode ini sangat sederhana.
b)Dapat merangsang kemampuan siswa untuk lebih kreatif terutama dalam pemilihan diksiyang kemudian dirangkai menjadi puisi.
c)Merupakan suatu metode yang baru dan bisa diterapkan di kelas atau pun di luar kelas.

1.2 Identifikasi masalah

Dari judul penelitian yang telah dipilih maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1)Apakah pemahaman siswa kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan sudah cukup baik mngenai karya sastra khususnya puisi.
2)Apakah minat siswa kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan dalam
pembelajaran puisi cukup baik.

1.3 Rumusan masalah dan batasan masalah

1.3.1 Rumusan masalah
Memilih masalah penelitian adalah suatu langkah awal dari kegiatan penelitian. Sseorang mengadakan penelitian karena ia ingin mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapinya. Untuk itu terlebih dahulu dipahami secara mendalam berbagaihal yang menyangku masalah tersebut, baik secara teoritis maupun secara praktis agar penelitian yang dilakukan dapat mencapai hasil yang optimal. Maka dari itu penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini:

1)Apakah pembelajaran menulis puisi dengan teknik sambung diksi di kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan ini dapat memberikan hasil yang baik.
2)Apakah minat siswa kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan dalam mengapresiasi pembelajaran dan karya puisi melalui pembelajaran menulis puisi dengan teknik sambung diksi ini dapat meningkat.
3)Apakah kreatifitas dan keaktifan siswa kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan dalam pembelajaran menulis puisi dengan teknik sambung diksi ini dapat meningkat.

1.3.2 Batasan masalah
Agar penelitian tidak menyimpang dan pembahasan tidak meluas, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:
1)Meningkatkan minat siswa kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilandalam mengapresiasi karya sastra.
2)Meningkatkan pemahaman dan kreatifitas siswa kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan dalam menulis puisi.

1.4 Tujuan
1.Untuk mengetahui dapat tidaknya pembelajaran menulis puisi dengan teknik sambung diksi di kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan ini dapat memberikan hasil yang baik
2.Untuk mengetahui minat dan apresiasi siswa kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan terhadap karya puisi dan pembelajaran menulis puisi dengan teknik sambung diksi.
3.Untuk mengetahui tingkat kreatifitas dan keaktifan siswa kelas VIII MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan dalam pembelajaran menulis puisi dengan teknik sambung diksi.




BAB II
Kajian teori

Sebelum guru mengajar maka ia akan memikirkan bagaimana pembelajaran itu dilaksanakan. Agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Pemiikiran cara bahkan pengkajian bahan tersebut harus berdasar pada pendekatan tertentu.pemikiran semacam itu dikatakan dengan istilah metode pengajaran. Hal tersebut berdasarkan pada pendapat Hidayat (1995:60) bahwa metode pengajaran adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan aproach tertentu.

2.1 Pengertian pembelajaran
Menurut hamalik (2003:11) pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar” mendapat imbuhan dan akhiran merupakan suatu proses interaktif antara si pengajar dan si pembelajar (guru dan murid) dapat mengalami perubahan sikap dan prilaku yang lebih baik.
Dalam KBBI (1994:14) pembelajaran merupakan proses menjadikan orang atau mahluk hidup belajar, sedangkan pemelajaran adalah perbuatan memelajari.
Menurut Degeng (1993:1) adalah upaya untuk membelajarkan siswa.dalam pengertian ini pembelajaran secara implisit terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil hasil pemelajaran yang diinginkan B.Uno (2008:2).


2..2 Pengertian Sastra dan Puisi

1) Pengertian sastra
Pengertian sastra mengalami perubahan dan penyempitan makna. Pengertian sastra mulanya adalah daya cipta manusia yang diungkapkan melalui bahasa, sehingga pada waktu itu sastra meliputi piagam, buku-buku ilmiah undang undang dan lainnya yang diungkapkan melalui bahasa dan tulisan.
Pengertian sekarang meliputi daya cipta manusia yang bersifat seni yang diungkapkan melalui bahasa. Untuk pembatasan sastra Jackob Sumarjo (1994 : 13) mengungkapkan demikian, Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Dengan demikian sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni Wellek (1993:3)

Dalam ensiklopedi indonesia (1989:3036 – 3037)sastra merupakan bentuk seni yang dilahirkan dalam dan dengan bahasa. Perkataan ini berasal dari sastra yang sebenarnya meliputi segala macam pengetahuan teoritis.

2) Pengertian puisi
Dalam membuat definisi mengenai puisi para ahli mengungkapkan batasan-batasan yang berbeda, hal ini desebabkan sudut pandang mereka dipengaruhi oleh konsep puisi yang berbah ubah dari waktu kewaktu. Namun walaupun demikian tujuan mereka sama dalam pengertian puisi.

Rampan (1983: 58) mengemukakan banyak orang mengemukakan, banyak orang membuat definisi tentang apa sebenarnya puisi, tetapi tidak pernah ada definisi yang benar-benar memuaskan sebab pada akhirnya konsep daripada puisipun berubah-ubah sesuai dengan konsepsi pengarannya.
Dari segi bahasa puisi berasal dari bahasa latin yaitu poicu = poio yang berarti membangaun, menimbulkan menyebabkan, atau menyair. Sebab itu pula puisi dapat diartikan sebagai curahan perasaan dari hati yang dapat menimbulkan keharuan danmembangkitkan semangat atau membangun sikap seseorang dan yang merupakan gubahan ciptaan Rampan (1993:58)

Tetapi Herman J.W (1991:25) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran-pikiran penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dengan struktur batinnya
2.3 Pengertian Apresiasi
Istilah apresiasi berasal dari bahasa latin “Aprecoiatio” yang berarti mengindahkan atau menghargai Aminudin (1991: 34). Lebih lanjut pendapat yang sama, istilah apresiasi mengandung makna :
1)Pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin
2)pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-nilai keindahan yang disuguhkan pengarang.
























BAB III

3.1Metode penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara melakukan sesuatu yang telah dipikirkan secara matang-matang logis dan disusun secara sistematis untuk mencapai suatu tujuan yang digunakan.
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang tertuju pada sautu pemecahan masalah yangada pada masa sekarang. Surakmad (1994 : 139).
menurut Arikunto (1998:1945) istilah metode deskriptif digunakan dalam pengertian luas, yakni tidak hanya melakukan deskripsi murni tetapi juga menjelaskan hubungan, menentukan makna dan menarik kesimpulan. metode ini adalah suatu cara untuk memecahkan suatu masalah yang aktual dengan jalan megumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan dan menginterpretasikan data.

3.2 Teknik penelitian

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Teknik ujicoba
Teknik ini digunakan untuk memperoleh berbagai data tentang pelaksanaan serta proses dan hasil-hasil evaluasi uji coba model pembelajaran menulis puisi dengan teknik sambung diksi.

2) Teknik Tes
Teknik tes adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis dengan menggunakanan alat tes. teknik ini berguna untuk mengetes dalam praktek pembelajaran menulis puisi dengan teknik sambung diksi.

3) Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis objek yang diamati dalam memperoleh informasi, kita menentukan tiga macam sumber yaitu tulisan, tempat dan orang.

3.3 Tempat dan waktu penelitian
Tempat dan waktu penelitian dilaksanakan di MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan tepatnya pada kelas VIII (delapan). Pemilihan tempat penelitian ini selain pertimbangan efisiensi waktu dan selain biaya penelitian karena lokasinya tidak begitu jauh dengan domisili penulis, Pemilihan tempat penelitian ini juga dilakukan karena peneliti sudah mengenal baik objek penelitian yaitu MTS Daruttaqwa silebu Kec. Kragilan, sehingga kondisi ini juga diharapkan mendukung tingkat validitas penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II Tahun pelajaran 2009/2010 bulan April s/d Juni.

Analisis Kesalahan Ejaan dan Pemakaian Kata Perangkai Dalam Artikel di Kolom Wacana Publik Radar Banten

1.Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan untuk mengutarakan dan menerima pikiran serta perasaan manusia. Dengan mempelajari bahasa, kita berharap dapat lebih memahami bagaimana pikiran manusia menghasilkan dan memproses bahasa tersebut (Chomsky dalam Litera FKIP 2008: 43)
Jika dilihat dari fungsinya, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi yang menyampaikan pikiran, perasaan, hasrat, dan kehendak pada orang lain. Untuk itu penguasaan bahasa yang benar sesuai dngan kaedah yang ada, merupakan kunci kelancaran dan kesempurnaan proses komunikasi.
Seseorang tidak dapat menerima dan menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, hasrat, dan kehendak secara efektif apabila orang tersebut tidak menguasai bahasa sebagai sarananya, secara benar. Bahkan tingkat kualitas kegiatan intelektual seseorang akan sangat ditentukan oleh tingkat penguasaan bahasa yang dimilikinya. Selain untuk berkomunikasi secara langsung dengan menggunakan bahasa lisan, misalnya pidato atau ceramah, seseorang juga dapat berkomunikasi dengan bahasa tulis.
Dalam komunikasi tulis, kita tidak begitu saja dapat melakukannya, tapi butuh ketrampilan untuk menuangkan pikiran, gagasan, perasaan, dan kehendak ke dalam bentuk tulisan.
Atas dasar itu, dan melihat kenyataan bahwa masih banyak penyimpangan yang terjadi dalam proses berbahasa terutama bahasa tulis. Maka penulis berinisiatif mengambil bahan penelitian yang merupakan bagian dari bahasa tulis yaitu: Analisis Kesalahan Ejaan dan Pemakaian Kata Perangkai Dalam Artikel di Kolom Wacana Publik Radar Banten.





2.Rumusan masalah

Memilih masalah penelitian adalah suatu langkah awal dari kegiatan penelitian. Seseorang mengadakan penelitian karena ia ingin mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapinya. Untuk itu terlebih dahulu dipahami secara mendalam berbagai hal yang menyangkut masalah tersebut, baik secara teoritis maupun secara praktis agar penelitian yang dilakukan dapat mencapai hasil yang optimal. Karena itu penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut:
a.Apakah terdapat kesalahan pemakaian dan penulisan ejaan atau kata penghubung dalam artikel di kolom Wacana Publik Radar Banten?
b.Kesalahan ejaan apa yang terdapat dalam artikel di kolom Wacana Publik Radar Banten?
c.Kekeliruan kata penghubung apa yang terdapat dalam artikel di kolom Wacana Publik Radar Banten?


3.Metode penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara melakukan sesuatu yang telah dipikirkan secara matang-matang, logis, dan disusun secara sistematis untuk mencapai suatu hasil yang optimal.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang tertuju pada sautu pemecahan masalah yangada pada masa sekarang (Surakmad 1994 : 139).

4.Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang digunakan adalah :
a)Teknik pustaka, teknik ini dilandaskan untuk mempelajari beberapa acuan kepustakaan yang relevan dengan tujuan penelitian.
b)Teknik analisis isi, penggunaan teknik ini berdasar pada teori-teori linguistik yang relevan sehingga diharapkan analisis kesalahan ejaan dan pemakaian kata perangkai dalam artikel dapat diperbaiki.

5.SUMBER DATA
Sumber data dalam penelitian ini adalah artikel dalam koran Radar Banten di kolom Wacana Publik, edisi Selasa 23 s/d Sabtu 27 Juni 2009.

6.TEKNIK ANALISIS DATA
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
a)Mendeskripsikan penggunaan ejaan dan pemakaian kata perangkai dalam artikel di kolom Wacana Publik Radar Banten.
b)Menganalisis kesalahan ejaan dan pemakaian kata perangkai dalam artikel di kolom Wacana Publik Radar Banten.

7.HASIL ANALISIS
Setelah diadakan penelitian, maka diperoleh hasil sebagai berikut. Dari delapan artikel yang ada di kolom Wacana Publik Radar Banten dari edisi 23-27 juni 2009, pada umumnya kesalahan kesalahan masih terdapat pada penggunaan tanda baca di, kata perangkai pada dan dari. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan hasil analisis sebagai berikut:

Kesalahan Pemakaian Kata Depan atau Awalani di
Sebagai kata depan di ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya. Dalam hal ini di diikuti oleh kata benda atau nama tempat. Juga merupakan morfem terikat secara sintaksisi, artinya suatu morfem atau bentuk baru yang mempunyai arti pasti, apabila dihubungkan dengan morfem lain sehingga membentuk kelompok kata atau kalimat (Kusno B. Santoso 1990:89).
Sebagai awalan di merupakan morfem terikat secara morfologis, artinya suatu morfem atau bentuk baru yang mempunyai arti pasti,apabila telah dihubungkan dengan morfem lain supaya membentuk suatu kata. Sebagai awalan selanjutnya di harus ditulis serangkai/bersambung dengan kata yang mengikutinya dan erfungsisebagai pembentuk kata kerja pasif (Kusno B. Santoso 1990:89).
Dari delapan artikel yang diteliti, ada dua artikel yang terdapat kesalahan pemakaian di, yaitu:
Dalam artikel yang berjudul Otonomi atau Out Money (23.06.2009), terdapat satu kesalahan pemakaian di dalam kalimat:
Desentralisasi termasuk didalamnya pemekaran …. (Paragraf terakhir).
Jika diperhatikan penulisan di dalam penggalan kalimat di atas jelas sekali menunjukan suatu tempat. Untuk dapat membedakan kedua fungsi di sebagai kata depan atau sebagai akhiran, dapat dilihat dari ciri pokok yang dimiliki oleh masing-masing bentuk. Bentuk di sebagai awalan maka di bersamaan dengan kata yang mengikutinya dapat menjawab pertanyaan diapakan? Sedangkan di sebagai kata depan akan dapat menjawab pertanyaan di mana? atau kapan? (Kusno B. Santoso 1990:89). Jadi dalam penggalan kalimat yang disebutkan di atas penulisan di harus dipisah dengan kata yang mengikutinya karena menunjukan tempat.

Dalam artikel yang berjudul Nasionalisme Kita Terus Menyala (23.06.2009), terdapat satu kesalahan pemakaian di dalam kalimat:
Dulu almarhum Presiden Soekarno pernah berpidatio di awal 1960 bahwa…. (Paragraf :9).
Jika diperhatikan penulisan di dalam penggalan kalimat di atas kurang tepat, menurut Kusno B. Santoso (1990: 90), di digunakan untuk menyatakan waktu yang tek tentu misalnya (di saat, di suatu saat, di suatu masa dan sebagainya). Jadi dalam kalimat di atas kata di lebih tepat diganti dengan pada.

Kesalahan pemakaian kata perangkai pada
Kata perangkai adalah sekelompok kata yang berfungsi untuk merangkaikan atau menghubungkan kata-kata atau bagian-bagian kalimat, ataupun kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dan sekaligus menentukan jenis hubungannnya Kusno B. Santoso ( 1990: 81).
Dari delapan artikel yang dianalisis, ada tiga artikel yang terdapat kesalahan pemakaian kata perangkai pada, yaitu:
Dalam artikel yang berjudul Nasionalisme Kita Terus Menyala (23.06.2009), terdapat satu kesalahan pemakaian kata perangkai pada dalam kalimat:
……. patriotisme atau cinta pada tanah air ….. (Paragraf : 1)
Jika diperhatikan penulisan kata pada dalam penggalan kalimat di atas, merupakan sebuah kekeliruan yang bersifat redundansi (mubazir), karena jika kata pada dalam kalimat tersebut dihilangkan, makna kalimat tersebut tidak berubah.

Dalam artikel yang berjudul Utang Oke Asal Produktif (24.06.2009), juga terdapat satu kesalahan pemakaian kata perangkai pada dalam kalimat:
……utang Indonesia ada pada jajaran tersebut……. (paragraf 7).
Pemakaian kata pada dalam kalimat di atas, kurang tepat karena dipakai untuk menyatakan keterangan tempat (pengganti di) untuk orang atau binatang. Kata pada dalam kalimat di atas lebih tepat diganti dengan kata depan di.

Dalam artikel yang berjudul Menjaga Stabilitas Rupiah (27.06.2009), terdapat tiga kesalahan pemakaian kata perangkai pada dalam kalimat:
…..nilai tukar dolar AS dipatok pada kisaran Rp 9500….
…..kuartal ketiga 2008 yang tenggelam pada level Rp 12000….
…..bertenggernya rupiah pada level saat ini dapat….
Pemakaian kata pada dalam penggalan-penggalan kalimat di atas kurang tepat karea kata pada dipakai untuk menyatakan keterangan tempat (pengganti di) untuk orang atau binatang. Lebih tepat diganti dengan kata depan di.

Kesalahan Pemakaian Kata Perangkai dari

Dari delapan artikel yang dianalisis, ada dua artikel yang terdapat kesalahan pemakaian kata perangkai dari, yaitu:
Dalam artikel yang berjudul Nasionalisme Kita Terus Menyala (23.06.2009), terdapat satu kesalahan pemakaian kata perangkai dari dalam kalimat:
Itulah sebenarnya yang menjadi tujuan utama dari setiap praksis politik…. (parafraf terakhir).
Jika dicermati pemakaian kata dari dalam penggalan kalimat di atas kurang tepat karena kata dari dalam kalimat di atas berfungsi menyatakan milik. Sebab dalam bahasa Indonesia kata yang menyatakan pemilik dapat berhubungan langsung dengan sesuatu yang dimilikinya. Jadi pemakaian kata dari dalam kalimat di atas tidak perlu dipakai karena bersifat redundansi. cobalah hilangkan kata dari dalam kalimat di atas. Berubahkah artinya?

Dalam artikel yang berjudul Saatnya Berburu Koruptor Daerah (27.06.2009), terdapat satu kesalahan pemakaian kata perangkai dari dalam kalimat:
Penggunaan dana APBD perlu mendapatkan stempel dari para wakil rakyat.
pemakaian kata dari dalam penggalan kalimat di atas kurang tepat karena kata dari dalam kalimat di atas berfungsi menyatakan milik dan bersifat redundansi. Jika dihilangkan pemakaian kata dari dalam kalimat di atas maka tidak akan merubah maknanya.


Simpulan

Dari delapan artikel yang diteliti terdapat dua artikel yang ditemukan kesalahan dalam pemakaian di, yaitu dalam judul: Otonomi atau Out Money dan Nasionalisme Kita Terus Menyala (23.06.2009). terdapat tiga artikel yang ditemukan kesalahan pemakaian kata penghubung pada, yaitu dalam judul: Nasionalisme Kita Terus Menyala(23.06.2009, Utang Oke Asal Produktif (24.06.2009), dan Menjaga Stabilitas Rupiah (27.06.2009). terdapat dua artikel yang ditemukan kesalahan dalam pemakaian kata penghubung dari yaitu dalam judul: Nasionalisme Kita Terus Menyala (23.06.2009) dan Saatnya Berburu Koruptor Daerah (27.06.2009).
Dari hasil analisis terhadap delapan artikel ini dapat ditarik kesimpulan bahwa secara keseluruhan artikel di kolom Wacana Publik Radar Banten cukup baik dalam menyampaikan informasi melalui bahasa tulis dan cukup baik dalam menuliskan ejaan dan kata penghubung. Meskipun di beberapa artikel masih ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan.















Pustaka Acuan

Budi Santoso, Kusno. 1990. PROBLEMATIKA BAHASA INDONESIA. Jakarta. Rineka Cipta.
LITERA. 2006. FKIP. UNTIRTA PRESS
Muslihat, Babay. 2004. Skripsi. Pembelajaran puisi dengan menggunakan teknik campuran (ceramah, tanya jawab, dan diskusi) dikelas II SLTP Taktakan Serang Tahun pelajaran 2003/2004. FKIP UNTIRTA.
Atin. 2005. Skripsi. Ujicoba Pembelajaran diponegoro karya Chairil Anwar dan puisi pangeran diponegoro karya Sides Sudiarto dengan menggunakan teori resepsi sastra pada siswa kelas II SMUN Ciruas tahun pelajaran 2002/2003. FKIP UNTIRTA.

Senin, 11 Januari 2010

Analisis Referensi Cerpen

ANALISIS REFERENSI (PENGACUAN) DALAM WACANA
CERPEN “ RIPIN”


I.PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Bahasa meupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dengan menguasai bahasa, maka manusia dapat mengetahui dunia dan memperoleh pengetahuan yang belum pernah terpikir dan terbayangkan sebelumnya. Bahasa sebagai alat komunikasi dapat dilakukan secara lisan dan tulis, tetapi pada pelaksanaannya penggunaan bahasa tulis lebih sulit dilakukan karena harus sesuai dengan kaedah yang ada yang akan menentukan dan mendukung kelancaran dan kesempurnaan proses komunikasi. Seseorang tidak akan dapat menyampaikan pesan, kesan, perasaan, gagasan dan informasi dengan efektif apabila syarat dan kaidah bahasa tulis tidak dikuasainya.
Dalam komunikasi tulis tentunya ada rentetan kalimat yang saling berkaitan dan mempunyai keserasian makna yang disebut wacana. Dalam analisis kebahasaan wacana merupakan unsur bahasa yang terlengkap dan terbesar setelah kalimat, karena analisis wacana mengkaji potongan-potongan yang lebih besar daripada kalimat sebagai satu kesatuan kemudian menghubungkan teks dengan situasi atau konteksnya.
Wacana yang memiliki keserasian makna tentunya memlikiki keterkaitan antar kalimat, bukan hanya satu kalimat saja karena harus ada referensi (acuan). Misalnya pada kalimat berikut: “aku mencintai anaknya” elektik nya pada anaknya brlum jelas siapa yang dimaksud. Maksud kalimat itu akan jelas apabila ada kalimat lain sebelum atau sesudah kalimat itu. Untuk mengetahui maksud dan penggunaan referensi maka penulis memilakukan telaah dan penelitian kecil terhadap cerpen RIPIN yang diambil dari kumpulan cerpen Kompas 2005-2006 .

2. KAJIAN TEORI

2. 1 Pengertian Wacana
Dalam tata bahasa baku edisi ketiga (2003:41) wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi antara kalimat-kalimat itu. Kridalaksana dalam (Tarigan, 1987 : 25). Wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. (Syamsudin, 1992 : 5). Wacana adalah rangkaian ujar atau tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segemen maupun non segmen bahasa.
Dari pendapat-pendapat di atas, ada beberapa hal yang menyangkut tentang pengertian wacana. Hal tersebut meliputi : (1) merupakan satuan gramatikal terbesar, (2) disusun secara sistematis, (3) berkaitan erat antara kalimat satu dengan yang lainnya sehingga kemudian membentuk makna yang serasi.
Berdasarkan para ahli tentang wacana dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan unsur bahasa yang paling lengkap karena mengaitkan antara teks dengan situasi (konteks). Dlam wacana kalimat yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan ditulis secara teratur, sistematis, dalam satuan yang kohesif dan koheren. Wacana dibentuk dari unsur bahasa yang terkecil sampai yang terbesar, yaitu: bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat, juga berupa situasi, ruangan, waktu pemakaian, tujuan pemahaman bahasa, pemakaian bahasa itu sendiri, intonasi, tekanan, makna dalam bahasa, dan perasaan berbahasa.

2. 2 Pengertian Referensi
Dalam tata bahasa baku edisi ketiga (2003:43) pengacuan atau referensi ialah hubungan antara satuan bahasa dan maujud yang meliputi benda atau hal yang terdapat di dunia yang diacu oleh satuan bahasa itu. Sudaryat (2009: 153) mengatakan bahwa referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dan acuannya. Senada dengan pernyataan itu Djajasudarma (1994:51) mengemukakan bahwa secara tradisional, referensi merupakan hubungan antara kata dan benda, tetapi lebih lanjut dikatakan sebagai bahasa dengan dunia.
Referensi dalam analisis wacana dapat berupa endofora, apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) terdapat dalam teks wacana tersebut, dan eksofora, apabila acuannya benda atau hal lain di luar wacana. Endofora bersifat tekstual, referensi (acuan) ada di dalam teks, sedangkan eksofora bersifat situasional (acuan atau referensi di luar teks). Endofora terbagi atas anafora dan katafora berdasarkan posisi (distribusi) acuannya (referensinya). Anafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan terdahulu; katafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan kemudian.Kata-kata yang berfungsi sebagai pengacu dalam wacana disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacunya dissebut anteseden.
referensi adalah hubungan bahasa dengan dunia tanpa memperhatikan pemakai bahasa. karena pemakai bahasa (pembicara) adalah penutur ujaran yang paling tahu referensi bahasa yang diujarkanya.

2.3Jenis Referensi
1)Referensi Persona
Referensi persona mencakup ketiga kelas kata ganti diri yaitu kata ganti orang I, kata ganti orang II, dan kata ganti orang III baik tunggal maupun jamak, termasuk singularis dan pluralisnya. Referensi persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang). Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga). Di antara pronomina itu, ada yang mengacu pada jumlah satu atau lebih dari satu.
Tabel Pronomina Persona
PERSONA
MAKNA

Tunggal
Jamak
Pertama
Saya, aku, ku-, -ku, daku
Kami, Kita
kedua
Engkau, kamu, Anda, dikau, kau, -mu
Engkau, sekalian
ketiga
Ia, dia, beliau, nya
Mereka

Catatan:
Persona tunggal aku memepunyai parian –ku dan ku-
Persona kedua tunggal engkau mempunyai parian kau- dan kamu mempunyai parian mu-

2)Referensi Demonstratif
Sumarlam (2003:25) membagi pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti kini dan sekarang), lampau (seperti kemarin dan dulu), akan datang (seperti besok dan yang akan datang), dan waktu netral (seperti pagi dan siang). Sementara itu, pronomina demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta). Klasifikasi pronomina demonstratif tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk bagan sebagai berikut.
Bagan Pengacuan pronomina demonstartif
Demonstratif Waktu
Demonstratif Tempat
Kini
kini, sekarang, saat ini,
dekat dengan penutur
sini, ini
Lampau
kemarin, dulu, …yang dulu
agak dekat dengan penutur
situ, itu
Waktu yang akan datang
besok, …depan,…yang akan datang
Tempat jauh dengan penutur
Sana
Netral
pagi, siang, sore, pukul 12
Menunjuk secara eksplisit
Sala, Jogja
(sumber Sumarlam 2003:26)

3) Referensi Komparatif
Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya (Sumarlam 2003:26). Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kohesi referensial dalam bahasa indonesia dapat berupa: pengacuan persona berupa kelas pronomina persona pertama, kedua, dan ketiga; pengacuan demonstratif (penunjuk) dengan pronomina penunjuk umum, pronomina penunjuk ihwal dan penunjukan adverbia; sedangkan pengacuan komparatif meliputi tingkat ekuatif, tingkat komparatif, dan tingkat superlatif. Penanda referensial ini akan digunakan sebagai landasan untuk menganalisis jenis dan wujud penada referensial dalam cerpen dalam penelitian ini.




II. PEMBAHASAN
Untuk membuat wacana menarik, koheren dan memiliki keserasian makna antar kalimat maka digunakan pengacuan. Setelah membaca, menelaah dan meneliti cerpen Ripin karya Ugoran Prasad, penulis menemukan banyak referensi atau pengacuan diantaranya adalah sebagai berikut:
a)Pengacuan Persona
Dalam cerpen Ripin banyak terdapat referensi pronomina persona tiga (kata ganti orang ketiga / orang yang dibicarakan) dan tidak ditemukan pronomina persona satu atau pun dua karena penceritaan dalam cerpen ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. deiksis -nya hampir terdapat pada setiap paragraf sedangkan dieksis Ia- dan Dia- hanya ada pada beberapa paragraf. Berikut ini adalah kutipan kalimat dari dari beberapa pargraf (ditandai dengan angka dalam tanda kurung ), dari cerpen Ripin dan penjelasannya.
(5) “Semula, Ripin berencana untuk mengikuti kawannya berlari, tetapi pengumuman yang didengarnya dari pengeras suara itu membuatnya berhenti.”
(6) “Mak sedang duduk meniup tungku ketika Ripin menerobos masuk dapur sambil terengah-engah. Tak bisa ditangkapnya apa yang dikatakan mulut kecil anaknya”.
(16) “Mak sudah bosan dengar radio. Kalau sudah begini ripin tidak usah medesak Mak lagi. Keputusannya sudah hanpir bisa dipastikan, Ripin tinggal menunggu Mak menemukan jalan keluar”.
(18) “Bapak sepertinya mabuk. Dari mulutnya keluar bau asam... “.
Pada kutipan (5) (paragraf 5) di atas deiksis –nya mengacu pada anteseden Ripin yang berada sebelum deiksisn -nya. Pada kutipan (6) dan (16) deiksis -nya mengacu pada anteseden Mak. (18) deiksis -nya mengacu pada anteseden Bapak dan keempat kutipan di atas bersifat anaforis karena berposisi sesudah anteseden. Pernyataan penulis diperkuat dengan pendapat Sudaryat (2009: 153) Referensi endoforis yang berposisi sesudah antesedennya disebut referensi anaforis, sedangkan yang berposisi sebelum antesedennya disebut kataforis.
(11) Ripin mengeluarkan senjatanya. Dia tahu, mak senang dengan bapakya Dikin.
(16) “ Baru seminggu ini Bapak rupanya sudah tidak tahan berdiam dirumah berlama-lama. Ia mulai sering keluar malam,”.
(24) “Sebelumnya, Ripin takut kepada Darka, tetapi saat ia menatap tajam-tajam itu...”
(29) “...ditengah-tengah rumahnya, ia mendapati pintu rumahnya terbuka...”
Pada kutipan di atas deiksis Dia dan Ia seluruhnya mengacu pada anteseden Ripin yang berada sebelum katagantiorang ketiga atau deiksis nya di pakai dan bersifat anaforis karena deiksis berposisi sesudah anteseden. Perhatikanlah kutipan berikutnya dibawah ini.
(11) Ia pernah melihat bapaknya Dikin sembunyi-sembunyi keluar dari pintu dapur rumahnya dan semakin bergegas begitu bertatap dengan Ripin.”
(12) Ia masih takut. Nenek dulu pernah pesan agar Ripin tidak membantah Mak..”
(20) “Ia pikir, meneruskan mengaji tentulah percuma. Lebih baik diam. Sial, tiba-tiba Ripin kepingin kencing.”
(41) “ Ia akann menjadi Rhoma Irama, bukan sekadar Ripin Irama.
Kutipan-kutipan di atas deiksis Ia seluruhnya mengacu pada anteseden Ripin. Kutipan di atas berbeda dengan kutipan-sebelumnya yang bersifat anaforis. Kutipan-kutipan di atas bersifa kataforis karena deiksis berada sebelum anteseden.
b)Pengacuan Demonstratif
Tidak banyak ditemukan pengacuan demonstratif dalam cerpen Ripin, karena ugoran prasad lebih menekankan pada jalan cerita dan jarang mendeskripsikan waktu dan tempat peristiwa penceritaa tersebut. Berikut ini adalah kutipan beberapa referensi Demonstratif:
Demonstratif Waktu (Temporal)
(13) “itu Dulu, waktu bapak masih jagoan yang paling hebat.”
Pengacuan di atas termasuk jenis pengacuan endofora yang kataforis sebab antesedenya terdapat di sebelah kanan. Deiksis Dulu merupakan demonstratif waktu lampau, mengacu pada waktu bapak masih jagoan.
Demontstratif Tempat (Lokasional)
(32) “Tong setan sudah berakhir. Ripin ingin bertahan sebenar di sana untuk menyaksikan lebih banyak lagi,...”
Pengacuan di atas termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis sebab antesedenya terdapat di sebelah kiri dan deiksisnya sesudah anteseden. Deiksis sana merupakan demonstratif yang menggambarkan tempat jauh dengan penutur, dan mengacu pada Tong Setan.
c) Pengacuan Komparatif
Pengacuan komparartif ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan segi bentuk/wujud/, sikap, sifat, watak perilaku dan sebagainya. Dalam cerpen ripin hanya sedikit pengacuan kommparatif yang digunakan, berikut ini adalah kutipan dari pengacuan komparatif.
(2) “Laki-laki itu punya jambang dan janggut seperti Rhoma Irama. Rambut keritingnya pun seperti Rhoma Irama.”
(23) “Mak diam. Tubuhnya seperti mematung. Ripin berpikir...”
(31) “Lalu perlahan, seperti sihir, kedua motor itu mulai merambat di dinding tong...”
Satuan lingual seperti pada kutipan (2) mengacu pada pernandingan wujud/bentuk jambang, janggut, dan rambut Rhoma Irama. Pengacuan tersebut bersifat anaforis kaena mengacu pada anteseden sebelumnya yaitu Laki-laki itu.
Satuan lingual seperti pada kutipan (23) mengacu pada pernandingan sifat patung yang diam tak bergerak. Pengacuan tersebut bersifat anaforis kaena mengacu pada anteseden sebelumnya yaitu Mak diam.
Satuan lingual seperti pada kutipan (31) mengacu pada pernandingan sifat sihir yang ajaib dan bisanya dapat melakukan hal yang mustahil seperti merambat/berjalan di tembok. Pengacuan tersebut bersifat kataforis kaena mengacu pada anteseden di sebelah kanan yaitu kedua motor itu.


SIMPULAN
Dalam cerpen Ripin banyak terdapat referensi pronomina persona tiga atau kata ganti orang ketiga -nya, Ia-, dan Dia karena dalam cerpen ini penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga dan tidak ditemukan pronomina persona satu atau pun dua. Pengacuan demonstratif dalam cerpen ini pun tidak banyak ditemukan, sepertinya penulis cerpen ini (Ugoran Prasad) lebih menekankan pendalaman peristiwa masa lalu namun tidakbenyak menyebutkan deiksis demonstratif waktu maupun tempat peristiwa penceritaan tersebut, begitu pun dengan referensi komparatif .
Dari hasil penelitian ini penulis dapat merumuskan:
Pada pengacuan persona deiksis -nya hampir ada dalam setiap paragraf kecuali paragraf 1, 2, 3. Sedangkan Deiksis Dia- hanya terdapat pada paragraf ke 11 dan deiksis Ia- terdapat pada paragraf ke 11, 12, 16, 20, 24, 29, 41.
Pada pengacuan demonstratif waktu hanya terdapat pada paragraf 13 termasuk jenis pengacuan endofora yang kataforis. Padapengacuan demonstratif tempat hanyater dapat pada paragraf 32, dan termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis.
Pada pengacuan komparatif terdapat pada paragraf 2, 23, 31 yang merupakan pernandingan wujud/bentuk dan juga sifat.


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. Dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Sudaryat, Yayat. 2009. Makna Dalam Wacana. Bandung: Yarmawidya
Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sumarlam, dkk. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka
Cakra.
Syamsuddin, dkk. 1997. Studi Wacana Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

Rabu, 06 Januari 2010

artikel tahun Baru

Artikel
Oleh : Saeful ma’ruf
Mahasiswa UNTIRTA Prodi Diksatrasia Semester V, Aktif di Divisi Bahasa Kubah Budaya.







INTROSPEKSI DAN PENDEWASAAN DIRI DI TAHUN BARU

Perayaan tahun baru sepertinya telah melekat dan mengakar dalam diri setiap anak bangsa, rutinitas perayaan tahun baru telah membudaya dan diserap begitu cepat oleh anak muda indonesia yang memang sejak kecil sudah dicekoki dengan budaya luar melalui tontonan mereka sehari-hari, ditambah lagi dengan anggapan bahwa “ yang tidak merayakan berarti kampungan”, sangat memprihatinkan.
Tidak adakah cara yang lebih bermanfaat dalam merayakan tahun baru selain hura-hura dan arak-arakan memacetkan lalulintas? Menjelang tahun baru seharusnya kita lebih bercermin pada diri sendiri apakah kita sudah lebih baik dari tahun kemarin dan apakah yang akan kita capai di tahun mendatang? Ada banyak tantangan dan pertanyaan yang harus kita jawab di tahun mendatang.
Di tahun yang baru tentu usia kita semakin bertambah dan umur tentu semakin berkurang, introspeksi diri ialah hal yang cukup baik untuk menyongsong masa yang akan datang, bukan hanya sekadar pestapora dengan gemerlap cahaya kembang api. Merayakan tahun baru adalah hak setiap individu dan tak ada larangan tertulis untuk itu, tetapi pernahkah terpikir oleh kita untuk mempersiapkan dan menetapkan target juga strategi pencapaian di tahun yang akan datang, dengan kata lain mempersiapkan visi dan misi di tahun yang baru, juga bertekad untuk lebih mendewasakan diri?
Sepertinya hanya sedikit orang orang yang mempertimbangkan hal ini menjelan tahun baru, apalagi generasi muda bangsa ini yang sebagian besar telah terkontaminasi oleh Hedonisme dan materialistis yang mengukur segala keberhasilan dengan materi dan kemudian merayakannya dengan berpestapora (kesenangan sesaat).
Selain introspeksi, lebih mendewasakan diri juga hal yang perlu kita lakukan seiring pertambahan usia seharusnya kita malu pada diri sendiri jika sama sekali tak ada perubahan dalam diri kita. Pendewasaan diri bukanlah hal yang instan dan dapat dilakukan secara spontan, tetapi perlu pemahaman dan proses penataan kembali paradigma hidup. Perlu dipahami bahwa kedewasaan seseorang tidak dapat diukur dari tingkat usia. Misalnya seseorang yang sudah matang secara usia tetapi masihsuka kebut-kebutan di jalan raya yang padat dan ramai, ini aalah salah satu bentuk ketidak dewasaan karena selain membahayakan diri sendiri juga membahayakan orang lain.

Sebetulnya masih banyak contoh lain dan itu yang perlu kita benahi. Sebetulnya ada tiga hal yang membedakan orang dewasa dan anak-anak yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap. Seseorang tidak dapat dikatakan dewasa hanya karena pengetahuan saja tetapi bagaimana dia menggunakan atau mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya menjadi sebuah keterampilan dan mampu nenentukan mana hal yang positif untuk diri dan untuk dilakukan.
Ketiga hal di atas harus terangkum menjadi satu dan sikaplah yang dominan menentukan tingkat kedewasaan seseorang. Maka jangan heran jika ada seorang pimpinan/pejabat yang kurang disenangi oleh bawahannya karena kurangnya control sikap yang juga menyangkut emosi, padahal pengetahuan dan keterampilannya dibidang kepemimpinan cukup mumpuni.
Andrias Harefa dalam bukunya mengatakan “bertumbuh dewasa danmandiri berarti semakin mengenal “diri“ semakin jujur dengan diri sendiri semakin otentik dan menjadi semakin unik tak terbandingkan”. Dari pendapat tersebut timbulah sebah pertanyaan apakah bangsa kita terutama generasi mudanya sudah menjadi diri sendiri?
Meniru budaya asing dengan berpestapora dan menanggalkan adat istiadat juga menganggap budaya sendiri kuno bukanlah langkah pencarian jati diri tetapi lebih bersifat pasrahmenerima serbua budaya asing. Selektif dan kritis dalam menerima pengaruh asing yang semakin merangsek masuk adalah sedikit dari banyak cara membentengi kaidah-kaidah dan nilai historis budaya bangsa. Membangun karakter dan penaaan mental pemuda dengan fondasi agama, juga merupakan cara tepat guna mempertahankan kekokohan akhlak.
Di tahun baru yang akan datang marilah kita bercermin, mengintrospeksi diri dan lebih menata sikap guna meningkatkan kedewasaan dan selektiflah dalam menyerap pengaruh asing.

Biodata Penulis
Nama : Saeful ma'ruf
Alamat : Silebu Kragilan Serang